SEPULUH hari terakhir bulan Ramadhan merupakan waktu yang penuh dengan kebaikan, keutamaan, dan pahala yang melimpah ruah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Semasa hidup, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu bersungguh-sungguh menghidupkan sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.
Amalan utama pada sepuluh hari terakhir adalah i’tikaf atau sering disebut dengan itikaf, i’tikaf, iqtikaf, i’tiqaf, itiqaf. I’tikaf berasal dari bahasa Arab akafa, yang memiliki arti menetap, mengurung diri atau terhalangi. Pengertiannya adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah dan bermuhasabah (introspeksi diri).
Orang yang sedang beri’tikaf disebut dengan mutakif. Selain ibadah mencari ridha Allah, i’tikaf bertujuan menggapai malam Lailatul Qadar, yakni sebuah malam yang lebih baik daripada 1.000 bulan. Tempat i’tikaf yang dicontohkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah di masjid, bukan di rumah.
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab Bulughul Marom pada hadits nomor 699 tentang i’tikaf dijelaskan sebagai berikut;
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat (Mutafaqqun ‘Alaihi | HR. Bukhari No. 2026 | Muslim No. 1172).
Orang yang beritikaf harus memenuhi syarat-syarat antara lain;
a. Islam
b. Niat karena Allah
c. Baligh atau berakal
d. Suci dari hadas (junub), haid, dan nifas
e. Dilakukan di dalam masjid