MAKASSAR – Sudah bukan rahasia lagi, setiap menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) berbagai hoax muncul. Baik melalui pesan berantai maupun melalui media sosial.
Hal ini sangat meresahkan karena bisa membuat suasana politik memanas. Sehingga, tidak sedikit berujung pada perselisihan dan membuat kamtibmas terganggu.
Dikutip dari laman www.kominfo.go.id, Henri Subiakto, staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika menilai, hoaks kini bahkan sudah menjadi bagian dari politik dan tidak bisa dipisahkan. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara.
Baca Juga :
Trennya relatif sama, yaitu menggunakan hoaks secara sengaja untuk memprovokasi mayoritas. Di Amerika yang diprovokasi melalui hoaks adalah masyarakat kulit putih.
Di Brasil, kata Henri, kelompok masyarakat Katolik yang menjadi sasaran. Sementara di Indonesia, hoaks digunakan untuk mempengaruhi suara mayoritas muslim.
Karena itulah, tambah Henri, pemerintah bekerja sama dengan organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU dan yang lain, untuk menangkal hoaks sekaligus membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bahayanya.
Dari sisi regulasi, pemerintah juga tidak tinggal diam. Saat ini sudah ada landasan hukum bagi penyebar hoaks dari kalangan masyarakat. Sedang disusun sebuah aturan ke depan, yang akan memberikan sanksi denda bagi penyedia platform yang tidak cukup mengambil langkah menangkal hoaks.
“Google, Facebook, maupun Youtube bisa kena sanksi hukum, yaitu denda, kalau mereka membiarkan platformnya dipakai untuk menyebarkan hoaks. Ini diterapkan, kalau sudah kita ingatkan tetapi mereka tetap membiarkan. Makanya kita buat regulasinya,” tambah Henri.
Informasi hoax misalnya lagi yakni dengan memanfaatkan rasa was-was masyarakat tentang dominasi orang asing, kemudian menyebar kabar kedatangan ribuan TKA asal China, lalu para TKA China tersebut dibuatkan KTP untuk kepentingan Pemilihan Umum.
Hoaks lain misalnya disebar untuk melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara. Misalnya terjadi penggelembungan suara yang sengaja dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum.
Untuk meminimalisir penyebaran hoax, setiap masyarakat yang menerima informasi sebaiknya selalu menyaring sebelum disebarkan. Selain itu, sangat penting untuk cek dan ricek ke akun resmi.
Baik di laman milik KPU atau juga bisa mengecek di laman cekfakta.com. Jika tidak hoax sebaiknya tidak disebrkan lagi.
Terkait penyebaran isu hoaks jelang Pemilu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) bersama Google News Initiative terus gencar melakukan pencegahan atau prebunking, agar informasi hoakx tersebut bisa dicegah sebelum menyebar ke mana-mana.
Tindakan prebunking merupakan aksi proaktif melakukan pencegahan tau antisipasi sebelum misinformasi dan disinformasi menyebar ke publik.
Memotong jalur informasi yang salah (prebunking) secara preemptif dianggap sebagai langkah yang terbaik dan penting dibanding mengatasi informasi hoax yang terlanjur tersebar dan bercabang-cabang. (*)
Komentar