JAKARTA — Siapa sangka, seorang Prof Dr. Nurdin Abdullah, M.Agr (NA), sosok Gubernur Sulawesi selatan (Sulsel) harus mendekam di hotel prodeo lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menjadi tahanan KPK bersama 2 tersangka lainnya bernama Edy Rahmat (ER), seorang bawahannya yang menjabat Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulsel.
Tersangka lainnya yakni seorang kontraktor yang dikenal dekat dengan NA, bernama Agung Sucipto (AS). Kasus ini diduga terkait pemberian gratifilasi sebesar Rp.2 Milyar dari Agung Sucipto kepada Nurdin Abdullah melalui perantara bawahannya, Edy Rahmat.
Tertangkapnya Nurdin Abdullah bersama bawahan dan kontraktor tersebut diduga kuat terkait gratifikasi (pemberian imbalan) terkait sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel. Dengan terungkapnya kasus ini, menunjukkan bahwa dugaan kasus korupsi di Sulsel kemungkinan sudah berlangsung lama dan terorganisir.
Hal itu dikatakan mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, Sabtu (27/1/2021). Atas pengungkapan kasus Gubernur Sulsel ini, ia mengapresiasi kinerja KPK yang dianggapnya masih bertaji.
“Korupsi adalah kejahatan terorganisir yang terjadi dalam rentang waktu yang sudah lama. Jika benar ada korupsi di Sulsel dan diduga melibatkan gubernurnya, semoga penyidikan KPK mau dan mampu mengungkap itu semua,” harap Bambang.
“Korupsi adalah kejahatan terorganisir yang terjadi dalam rentang waktu yang sudah lama. Jika benar ada korupsi di Sulsel dan diduga melibatkan gubernurnya, semoga penyidikan KPK mau dan mampu mengungkap itu semua,” kata Bambang.
Bambang menduga bahwa terkait kasus dugaan korupsi di Sulawesi Selatan yang berujung pada penangkapan Nurdin Abdullah ini. dengan adanya megaproyek Makassar New Port (MNP) yang nilainya mencapai Rp 2,8 triliun, dia menduga menjadi pintu masuk kejahatan korupsi.
Ia juga menyebut pihak yang ditangkap adalah seorang kontraktor bernama Agung Sucipto, pemilik PT Agung Perdana Bulukumba. Perusahaan ini sudah menjadi langganan Nurdin Abdullah di beberapa tender proyek dalam belasan tahun terakhir sejak masih menjadi Bupati Bantaeng.
Ia menambahkan, ada korporasi yang diduga terafiliasi dengan PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur, milik dari pihak yang diduga menjadi bagian dari Tim Sukses Nurdin di Pilkada Sulawesi Selatan 2018.
Bambang menyebut bahwa PT Agung Perdana Bulukumba diduga memiliki rekam jejak bermasalah. Tetapi perusahaan tersebut ditengarai terus dipelihara.
“Perusahaan ini menjadi pemenang dalam paket lelang yang menjadi obyek perkara di KPPU,” tandasnya. (*)