Lintas Terkini

Ketua APTI : Pemerintah Harus Lindungi Tembakau Lokal

Ilustrasi. Aksi demonstrasi petani tembakau.

TEMANGGUNG – Pemerintah harus melindungi tembakau lokal dengan membatasi impor tembakau. Itu dikemukakan Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia(APTI), Agus Parmuji, Senin (1/5/2017).

“Pemerintah harus segera mengambil langkah nyata guna melindungi tembakau lokal, seperti pembatasan impor serta pengenaan bea masuk yang lebih tinggi,” katanya.

Ia mengatakan hal tersebut dihadapan Bupati Temanggung, Bambang Sukarno dan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo pada peresmian Kampung KB di Dusun Seman, Desa Wonosari, Kecamatan Kedu, Temanggung. Ia menuturkan, selama ini bea impor yang dikenakan baru sebesar lima persen.

Agus menilai jumlah ini masih rendah dan idealnya bea impor pada kisaran angka 40 persen. Ia berharap Gubernur Jawa tengah, Ganjar Pranowo bisa membantu mengendalikan impor tembakau.

“Apalagi, saat ini masih hujan, semoga saat panen sudah memasuki musim kemarau dan petani bisa meraih hasil maksimal,” kata Agus yang juga Kades Wonosari ini.

Menurut dia, ada sembilan faktor yang membuat petani lokal rela mati-matian memperjuangkan penolakan impor tembakau. Faktor itu antara lain yakni melindungi produk tembakau dalam negeri, mencegah komoditas penting jatuh ke tangan negara lain, potensi Indonesia memproduksi sendiri masih terbuka, ‘multiplier effect’ untuk menumbuhkan perekonomian.

Selain itu, kata Agus, mempermudah pengawasan dan pengendalian harga, meningkatkan kapasitas petani lokal, mendongkrak mutu serta kuantitas produk tembakau dalam negeri, menekan keluarnya devisa ke luar negeri, dan memperkokoh neraca pembayaran.

Ia menuturkan, alasan penolakan petani lokal terhadap membanjirnya tembakau impor asal negara Tiongkok, Amerika Serikat, India, Turki, dan Zimbabwe, terutama kekhawatiran minimnya serapan tembakau lokal oleh pabrikan.

“Kebutuhan tembakau nasional setiap tahun sebesar 350.000 ton, 150.000 ton di antaranya tembakau impor. Padahal sebenarnya kita sendiri mampu meningkatkan jumlah produksi nasional dari yang ada saat ini sebanyak 195.000 ton per tahun, maka kami mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU Pertembakuan yang dapat menjadi jalan penyelamat petani lokal,” katanya. (*)

Exit mobile version