Lintas Terkini

KPAI Tanggapi Kasus Dua Remaja Bunuh Diri di Blitar

ilustrasi

JAKARTA – Meninggalnya dua remaja di Blitar dalam waktu yang berdekatan mengejutkan banyak pihak. Kasus pertama adalah meninggalnya siswi SMP yang bernama EPA (16) akibat gantung diri di kamar kosnya. Diduga EPA bunuh diri karena takut tidak bisa diterima masuk di salah satu SMA favorit di kota Blitar, karena terbentur sistem zonasi.

Dua hari setelah kematian EPA, warga Blitar dikejutkan dengan berita kematian BI yang merupakan pelajar yang baru dinyatakan lulus dari SMP di Kabupaten Blitar. Warga Kecamatan Kanigoro itu nekat mengakhiri hidup dengan gantung diri. Pelajar 15 tahun itu ditemukan tewas tergantung pada seutas tali tambang di kamarnya. Motif bunuh diri diduga karena ingin dibelikan motor.

Usia remaja bagi sebagian orang bisa menjadi masa-masa yang sulit serta bisa menjadi periode yang dipenuhi oleh kekhawatiran dan stress. Remaja dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya untuk bertindak secara bertanggung jawab, namun sekaligus sering dituntut untuk berprestasi, dan secara bersamaan juga memasuki masa pubertas.

Kebutuhan remaja untuk memiliki kebebasan sering kali bertentangan dengan peraturan dan harapan di dalam lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas, sehingga menimbulkan pemberontakan dan jika tidak mampu dikelola akan menimbulkan stress, depresi, bahkan bisa bunuh diri.

Terkait kedua kasus tersebut, Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti menyampaikan tanggapan sebagai berikut :

1. KPAI menyampaikan keprihatinan sekaligus duka yang mendalam atas meninggalnya ananda BI dan ananda EPA, semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan keikhlasan menghadapi musibah ini,

2. Mengahadapi anak-anak diusia yang baru memasuki masa pubertas memang tidak mudah. Oleh karena itu, KPAI mendorong orang dewasa di sekitar anak, baik orangtua maupun guru untuk memiliki kepekaaan sehingga mampu mencegah anak-anak melakukan tindakan bunuh diri.

“Alasan seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri bisa begitu rumit yang sekaligus pada sisi lain mungkin bukan suatu hal yang dianggap berat bagi orang dewasa pada umumnya. Oleh karena itu, jangan langsung menghakimi remaja yang sedang dirundung masalah”, ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI BidangPendidikan.

Retno menambahkan, “yang harus dilakukan orang dewasa di sekitar anak –SEPERTI GURU DAN ORANGTUA– adalah memiliki sensitivitas (kepekaan) dan kenali tanda-tanda remaja berniat melakukan bunuh diri dan segera upayakan langkah pencegahan.”

Jangan abaikan tanda-tanda perilaku remaja yang berniat bunuh diri. Dengarkan semua yang dia ingin sampaikan dan selalu pantau tindakannya. Jangan mengabaikan ancaman bunuh dirinya dan justru melabelinya sebagai individu yang suka bersikap berlebihan. Cobalah untuk bertukar perasaan dengan anak dan pastikan dia tahu kondisi yang dialaminya adalah normal. Tiap orang pernah mengalami masa-masa terpuruk dan pada akhirnya semua akan baik-baik saja.

3. Menyalahkan kebijakan sistem zonasi dalam kematian ananda EPA, bukanlah tindakan yang bijak. Meskipun sistem zonasi ini secara praktek di berbagai daerah masih menimbulkan banyak masalah dan perlu dikritisi, namun sistem zonasi yang ditetapkan pemerintah sesungguhnya memiliki tujuan yang baik, yaitu perlahan justru hendak menghapus sekolah unggul dan sekolah favorit.

Yang perlu kita dorong kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah memenuhi 8 standar nasional pendidikan (SNP), terutama standar sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia dan kedua standar pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia, sehingga seluruh sekolah berkualitas sama dan tidak perlu ada yang dilabeli sekolah unggulan atau sekolah favorit lagi.

Andai kualitas sarana prasarana dan kualitas pendidik di kabupaten Blitar sama dengan di Kota Blitar, pastilah EPA tidak perlu takut jika tidak diterima di SMAN kota Blitar karena ada kesempatan diterima di SMAN di kabupaten Blitar yang memiliki kualitas yang sama dengan SMAN di kota Blitar. Ini momentum yang seharusnya menjadi dorongan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk terus berupaya memenuhi 8 standar nasional pendidikan nasional merata di seluruh Indonesia.

Sistem zonasi penerimaan peserta didik baru memang ingin mendekatkan anak dengan tempat tinggalnya dan lingkungan bermainnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kekerasan dan tawuran karena teman sekolahnya juga teman bermainnya dirumah. Disamping itu, sistem zonasi juga dapat mengurangi polusi udara dan biaya transportasi harian, karena siswa cukup jalan kaki atau naik sepeda dari dan ke sekolah. (*)

Exit mobile version