Lintas Terkini

Terbukti Aniaya Jurnalis, Dua Oknum Polisi Dijatuhi Sanksi Disiplin

Aiptu Mursalim salah seorang pelanggar mengikuti sidang disiplin kekerasan jurnalis di kantor Polda Sulsel

MAKASSAR – Sidang disiplin dua oknum anggota Polri di jajaran Polda Sulsel kembali dilakukan Kamis (31/10/2019). Dua oknum anggota terbukti melakukan pelanggaran dan penganiayaan terhadap jurnalis saat terjadi aksi unjukrasa beberapa waktu lalu.

Kompol H Marikar selaku pimpinan sidang mengungkapkan, hukuman terhadap kedua pelanggaran disiplin tersebut berupa penahanan selama 21 hari dan penundaan mengikuti pendidikan selama enam bulan.

Disebutkan pula, Bidpropam Polda Subdit Provost setelah melakukan proses penyelidikan dan telah menemukan 6 orang terduga pelanggar oknum anggota kepolisian kekerasan terhadap jurnalis, saat pengamanan unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan pada 24 September 2019 lalu.

Dua diantaranya yakni Aiptu Mursalim dari polres Takalar dan Aipda Roezky dari Polres Jeneponto telah di sidang disiplin dan terbukti secara sah menyakinkan telah Melanggar Pasal 4 huruf a dan d Pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 Tentang Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian.

“Kami dari Bidpropam selama proses pememeriksaan Laporan Korban Telah memeriksa 6 orang 2 diantaranya kita sidang disiplin karena cukup bukti sementara, 4 anggota (Muin Junaedi, Putu Giri Arioka Putra, Imran Saimima, dan Abdul Wahid ), kami teruskan Kepada Ditreskrimum Polda karena di Ditreskrimum juga berkaitan dengan laporan dugaan tindak pidana korban yang dilaporkan oleh korban,” kata AKP Abdul Rahman selaku penuntut.

Sementara, salah seorang tim advokasi hukum kekerasan Jurnalis, Firmansyah menilai hukuman yang dijatuhkan terhadap kedua pelanggar tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi korban.

“Sebab putusan tersebut sama sekali belum memberikan efek jera pada oknum anggota kepolisian dalam konteks institusi. Kekerasan terhadap jurnalis terus berulang dengan tanpa ada perbaikan secara signifikan kepada institusi,” papar Firman.

Alasan Kepolisian juga, lanjut Firmansyah, sering mencari pembenaran bahwa jika keadaan tak terkendali dalam pengamanan unjuk rasa seolah membenarkan perilaku kekerasan boleh dilakukan. Padahal fakta terungkap dalam persidangan, korban tidak berada dalam pusaran massa aksi bahkan situasi saat itu tidak sedang berada situasi chaos.

“Justru korban berada di luar kerumunan kepolisian lantas ditarik masuk di kerumunan kepolisian dan disitulah korban mengalami kekerasan. Kami juga menilai seharusnya Bidpropam juga meminta pertanggung jawaban pimpinan, sebab keberadaan anggota kepolisian didasarkan pada perintah pimpinan dalam rangka pengamanan unjuk rasa dan tidak berhenti pada bawahan saja,” tegas Firman.

Meski demikian, pihaknya tetap mengapresiasi Bidpropam telah menegakkan disiplin anggota kepolisian.

“Dan tentu menjadi catatan penting bahwa adanya fakta 4 orang yang kini telah diteruskan ke Ditreskrimum sekiranya Ditreskrimum sudah bisa melanjutkan laporan pidananya ke tahap penyidikan,” tandas Firman. (*/rls)

Exit mobile version