JAKARTA – Ikatan Sarjana Kelautan Universitas Hasanuddin (ISLA Unhas) mempertanyakan keberpihakan Pemerintah terhadap nasib petani garam di Indonesia. Pertanyaan ini muncul setelah Pemerintah merespon isu kelangkaan garam yang akhir-akhir ini diliput media, langsung direspon dengan memerintahkan impor yang akan dilaksanakan oleh PT Garam.
Ketua ISLA Unhas, Darwis Ismail menyampaikan garam yang merupakan hasil olahan air laut seharusnya melimpah. Sebagaimana diketahui separuh lebih luas wilayah Indonesia adalah laut. Sehingga sangat mengherankan jika beberapa hari ini tiba-tiba terjadi kelangkaan dan hilang di pasaran.
“Pemberitaan terkait keluhan pengusaha garam olahan karena kekurangan pasokan dan harga yang lebih mahal hanya dalam beberapa hari langsung direspon Pemerintah dengan mengeluarkan keputusan untuk melakukan impor. Ini sangat aneh,” jelas Darwis di Jakarta, Rabu, (1/8/2017).
Baca Juga :
Menurutnya, sebelum mengeluarkan keputusan impor, harusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penelusuran dengan turun lapangan melakukan cross check kebenaran pemberitaan dan seberapa besar permasalahan di tingkat petani garam. Bukan langsung diselesaikan dengan solusi perintah impor.
“Cara seperti inilah yang membuat petani garam Indonesia selalu dalam kemiskinan. Seharusnya Kementerian Kelautan dan Perikanan membantu petani garam agar bisa memproduksi garam sebesar-besarnya dengan tingkat kualitas sama dengan garam impor yang konon kualitasnya lebih baik dari pada garam lokal,” tegasnya.
[NEXT]
Kata dia, jika Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perdagangan bekerja dan konsen pada nasib petani garam, tentu tidak akan bermain-main dengan pemasok garam impor. Apalagi beberapa waktu lalu Kepolisian sudah mengusut kasus penyalahgunaan garam impor yang dijadikan garam konsumsi.
“Kami ISLA Unhas menyayangkan hal ini dan memintah Presiden Jokowi menegur para menteri yang tidak punya kemampuan membantu petani garam rakyat ini. Karena tugas kementerian adalah memberikan bimbingan teknis dan bantuan sarana pendukung agar produksi garam rakyat meningkat dan memenuhi mutu yang diinginkan pasar,” jelasnya.
Darwis menambahkan, salah satu sentra garam nasional ada di Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Jeneponto, memiliki stok yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan komsumsi dan industri. Ia membeberkan berdasarkan pantauan ISLA Unhas, justru garam di Jeneponto melimpah dan para petani mengeluh karena stok mereka menumpuk di gudang.
“Bahkan garam petani di Jeneponto dibeli para tengkulak dengan harga yang rendah, hanya berkisar Rp15.000 per 50 kilogram. Ini ironis sekali dan sampai kapan petani garam ini dibiarkan hidup dalam kemiskinan, dimana jika Pemerintah hanya membiarkan nasib petani garam seperti ini,” tutup Darwis. (*)
Komentar