MAKASSAR – Implementasi program Reformasi Birokrasi Kepolisian (RBP) yang dicanangkan Kapolri Timur Pradopo agaknya tidak berlaku untuk Polair Polda Sulsel. Pasalnya, institusi ini tertutup memberikan informasi kepada wartawan.
Termasuk untuk memberikan klarifikasi terhadap konformasi terhadap berbagai masalah ataupun kasus. Hal itu terbukti dengan tertutupnya pihak Polair Polda Sulsel beberapa waktu lalu, saat akan dikonfirmasi perihal dugaan adanya kapal nelayan yang terpaksa membayar sejumlah uang pada operasi jaring yang dilaksanaan beberapa pekan lalu.
Saat akan dikonfirmasi, pada 29 Oktober lalu salah seorang anggota Polair yang lagi piket mengaku bahwa Dirpolaur sedang tidak berada di tempat. Ia sedang keluar bersama Kapolda SulSelbar, Irjen Pol Mudji Waluyo.
Selanjutnya pada tanggal 30 Oktober, saat wartawan kembali mendatangi kantor Polair Polda SulSeluntuk mengkonfirmasi terkait penangkapan kapal motor milik pemkab Bulukumba, anggota piket kembali mengaku jika Dirpolair tidak berada di tempat.
Namun sayang, tiba – tiba salah seorang oknum Polair bernama Nyoman dengan suara keras mengusir wartawan yang akan melakukan konfirmasi. Ia mengatakan, jika tidak perlu ada konfirmasi. Sebaiknya Wartawan meninggalkan kantor Polair. ” Kamu pernah membuat berita tentang saya, jadi saya kesal terhadap kamu, ” ungkap Nyoman.
Kabid Humas Polda SulSel Kombes Pol Chevy Ahmad Sofari yang dikonfirmasi sekaitan hal itu mengaku, baru akan meneruskan konfirmasi ke pihak Polair. Namun sayang, lagi-lagi hingga Jumat (2/11/2012), tidak ada pemberitahuan selanjutnya.
Ketua Komisi Nasional Pengawasan Aparatur Negara (Komnas Waspan) RI kota Makassar, Drs Shaffry Sjamsuddin mengatakan, pihaknya sangat menyesalkan tindakan arogansi oknum Polair yakni Nyoman yang mengusir wartawan yang sedang menjalankan tugas sebagai kontrol sosial.
Kantor Polair itu, kata dia, dibangun dengan menggunakan dana masyarakat melalui pajak bukan milik pribadinya Nyoman. Shaffry menambahkan, jika seseorang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan silahkan melakukan hak jawab. “Kalau tidak puas ajukan ke Dewan Pers di Jakarta. Sesuai undang – undang Pokok Pers no : 40 tahun 1999,” kata Shaffry. ( tim )
Komentar