PAREPARE – Kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Parepare dalam penanganan kasus korupsi menuai sorotan tajam dari aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Parepare. Pasalnya, aparat penegak hukum itu dinilai lamban dan tidak transparan.
“Kejari Parepare terkesan lamban menangani korupsi yang sudah berjejer dalam daftar. Jangan sampai kejadian SP3 pada kasus korupsi terulang kembali seperti yang lalu,” ungkap Ketua PMII Cabang Parepare, Nurham Sadiq, Rabu (2/11/2016).
Nurham mencontohkan, kasus alat kesehatan (alkes) yang saat ini sudah berproses di Kejari Parepare. Diharapkan institusi penegak hukum itu bisa segera menyelesaikan kasusnya dengan meringkus semua oknum yang terlibat dalam menggerogoti uang negara.
“Kejari Parepare mesti lebih terbuka pada publik mengenai progress kasus-kasus korupsi yang lagi ditanganinya. Pasalnya, tiga kasus korupsi yang menjerat 11 tersangka, termasuk dua kepala dinas di Pemkot Parepare, beberapa waktu lalu, tiba-tiba SP3-kan. Jangan sampai SP3 kembali mereka lakukan pada kasus korupsi lainnya,” tegasnya.
Dia menjelaskan, masyarakat Kota Parepare mempunyai hak mengetahui dan ikut mengawasi kasus-kasus korupsi yang lagi berproses hukum. Alasannya, karena yang dikorup itu uang negara yang otomatis uang masyarakat juga.
“Harusnya Kejari lebih terbuka dan transparan. Jangan di SP3-kan begitu saja tanpa ada penjelasan ke publik,” harapnya.
Terkait hal itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Parepare, Reskiyana Damayanti yang didampingi Kasi Pidsus Hasbi Saleh dengan tegas membantah tudingan itu jika pihaknya tertutup mengenai progress penanganan kasus korupsi. Bahkan pihaknya saat ini tengah memikirkan model komunikasi yang paling efektif dengam semua komponen yang ada.
Untuk kasus korupsi yang di SP3-kan seperti gerobak fiktif, Reskiyana yang akrab dipanggil Kiky mengaku, butuh anggaran Rp100an juta untuk penanganannya. Sementara kerugian negara pada kasus itu hanya Rp35 juta.
“Itu menjadi salah satu dasar kami SP3-kan. Kami meminta yang bersangkutan untuk mengembalikan dana itu ke kas daerah. Hal serupa juga berlaku untuk kasus sapi bunting dan penerangan jalan umum,” jelas Kiky. (Aroelk)