MAKASSAR – Untuk kali kedua Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), menggelar Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Sabtu (2/11/2017).
Turut hadir Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulsel, Kadispora Sulsel, Ibu TP PKK Kota Makassar, Indira Yusuf Ismail.
Kegiatan ini sangat diapresiasi oleh Ketua TP PKK Kota Makassar. Hal itu diutarakannya langsung, karena mengingat anak adalah penerus cita-cita bangsa.
Baca Juga :
” Tapi Kalau kita sudah rusak cita-cita anak dengan memaksa ia menikah saat belum cukup umur, itu sebenarnya menjadi malapetaka bagi Indonesia kedepan,” ucapnya.
Kata Indira, pernikahan merupakan hal yang wajib dilaksanakan tapi harus sesuai dengan prosedurnya. Seperti tidak cepat dan tidak lama, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. ” Dan setelah menikah harus dua anak cukup. Itu merupakan program pemerintah. Dan anak itu kita harus didik, berikan arahan agar tak terjerumus ke arah yang negatif,” jelasnya.
Sementara, Staf Ahli Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Fernandez Hutagalung menuturkan, perkawinan anak melanggar sejumlah hak asasi yang dijamin oleh Konvensi Hak Anak (KHA). Salah satunya adalah hak atas pendidikan.
“Sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak, usia layak menikah adalah di atas 18 tahun. Hal tersebut mempertimbangkan aspek psikologis, kesehatan, mental dan kesiapan ekonomi,” tuturnya.
Diketahui, Perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, serta pelanggaran terhadap hak anak. Khususnya hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai usianya.
Bahkan berdasarkan data, Sulsel merupakan provinsi yang masuk ke peringkat 5 di Indonesia dengan kasus perkawinan anak tertinggi. (*).
Komentar