PEMATANG SIANTAR – Putusan Hakim Lodewyk Ivandrie Simanjuntak membebaskan dari segala tuntutan terhadap Benjamin Ganti Purba guru disalah satu SD Swasta di Bah Kapul Siantar sebagai terdakwa atas kasus kekeradan seksual yang dilakukannya terhadap siswanya sebut saja ANDI (8) dengan alasan semua tuduhan yang dialamatkan kepada terdakwa tidak terbukti adalah melukai hati anak.
Dikatakan pula bawa putusan itu sengaja menghambat penegakan hukum dan gerakan nasional mengakhiri kejahatan terhadap seksual terhadap anak. Hal itu disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak kepada media di Siantar, Jumat (1/12/2017).
Arist menambahkan, Putusan Hakim yang membebaskan terdakwa dari segala tuntutan selain mencederai hak anak untuk mendapat perlindungan dari kejahatan seksual tetapi juga dengan keputusan tersebut Hakim Lodewyk dengan sengaja telah mengabaikan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Anak, UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tetang perubahan kedua UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengancam para predator dengan pidana pokok minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun dan dapat pula ditambahkan dengan pidana tambahan yakni hukuman seumur hidup bakhan hukumam kebiri (kastrasi) melalui cara suntik kimia, Inpres No. 01 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Terhadap Anak (GN AKSA).
Oleh sebab itu tidaklah ada alasan bagi Hakim Lodewyk membebaskan terdakwa karena ancaman hukumannya mininal 10 tahun. Adalah tidak berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi independen yang bertugas dan berfungsi memberikan pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia mempertanyakan ada apa dibalik putusan hakim Lodewyk yang tidak punya persfektif dan sensitif hak anak.
Oleh karena itu, untuk mendapat kepastian hukum bagi korban, Komnas Perlindungan mendukung upaya banding Jaksa Penuntut Umum dan segera atas kejanggalan keputusan PN Siantar ini akan memberikan laporan kepada Komisi Yudisial dan kepada Ketua Mahkamah Agung di Jakarta.
Arist menambahkan dengan nada tinggi, bahwa atas putusan yang melukai hati anak dan mengabaikan rada keadilan bagi korban dan menghambat Program Aksi Nasional pengakhiran kejahatan seksual pada Anak, Rabu 6 Desember 2017, Komnas Perlindungan Anak akan menemui ketua PN Siantar yang keduakalinya untuk meminta informasi atas putusan PN Siantar yang seringkali membebaskan para predator kejahatan seksual pada Anak sebagai bahan bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial di Jakarta yang direncanakan Senin 10 Desember 2017.