MAKASSAR – Toleransi antarumat beragama di Indonesia selama ini menjadi percontohan bagi banyak negara di dunia. Namun isu intoleran dan radikalisme justru menguat di media sosial.
Hal itu, menjadi salah satu isu yang mengemuka pada Diskusi Publik Sosialisasi Hasil Survey Persepsi Orang Muda Dan Pemetaan Internet – Sosial Media Tentang Radikalisme Ekstremisme di Indonesia, yang dilaksanakan Jaringan Gusdurian di Auditorium KH. Muhammad Ramly Kampus Fakultas Teknik Industri Universitas Muslim Indonesia, Jumat (3/2/2017).
Dalam diskusi ini hadir Wakapolda Sulsel, Brigjen Pol. Gatot Eddi Pramono, anak sulung dari Alm. Dr. K. H. Abdulrahman Wahid sekaligus Koordinator Gusdurian Ibu Alissa Wahid, Wakil Walikota Makassar Dr. Syamsu Rizal MI, S.Sos. M. Si., serta pemerhati Gusdurian dan Mahasiswa UMI.
Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, mengatakan, intoleransi di Indonesia menjadi sorotan dunia karena berpengaruh pada perdamaian global.
’’Sedikit banyak, pola-pola ini sudah terjadi di Indonesia,’’ kata Alissa. Jadi, sambungnya, ada semacam penyakit menular yang disebut sebagai ’’mayoritarianisme’’. Yakni, masyarakat mayoritas yang senantiasa merasa terancam oleh kelompok yang lebih kecil.
Dari sinilah muncul intoleransi yang kemudian berkembang menjadi radikalisme. ’’Terorisme itu menyerang orang lain di luar kelompoknya, sedangkan radikalisme itu mengisolasi sebuah kelompok dalam kehidupan sosial,’’ jelas Alissa.
Wakapolda Sulsel, Brigjen Pol. Gatot Eddi Pramono dalam sambutannya memyampaikan bahwa nilai-nilai kebhinnekaan masih menjadi faktor utama yang membuat anak muda bangga akan Indonesia dan pemersatu generasi muda. “Pemahaman Kebhinekaan adalah solusi dalam mengatasi permasalahan Radikalisme dan Ekstrimisme yang ada di tanah air, dan yang menjadi senjata untuk galakkan Bhineka adalah para pemuda sebagai penerus bangsa.” ujar Gatot.
“Penegak hukum harus gampang bertindak. Misalnya, kalau ada ormas yang melakukan gerakan meresahkan, polisi hendaknya langsung mengambil tindakan. Jadi, tidak boleh lagi ada aparat loyo atau tidak mau menindak,’’ tegasnya. (*)