Piutang Retribusi Sampah Capai Rp2,8 Miliar, Dewan Minta Kaji Ulang Regulasi

MAKASSAR — Piutang retribusi sampah di Kota Makassar ternyata cukup besar. Mencapai Rp2,8 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun Anggaran 2020.
Ketua Komisi B DPRD Makassar, William Laurin menyampaikan regulasi yang mengatur tentang penarikan retribusi sampah di masyarakat sudah seharusnya direvisi.
Alasannya, Perda 11/2011 yang menjadi dasar penarikan retribusi dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
“Jadi, banyak hal yang perlu direvisi disitu (Perda 11/2011), mulai dari sisi teknis pelaksanaan penarikan retribusi, penghitungan, kemudian sasaran-sasaran mana yang lebih berpotensi. Ini inisiatif kita, jadi sementara pembenahan,” kata William, Kamis (3/6/2021).
Menurut dia, adanya tunggakan retribusi sampah di masyarakat bisa saja terjadi karena beberapa faktor. Misalnya, sumber pendapatan masyarakat yang semakin berkurang di tengah pandemi Covid-19. Ekonomi masyarakat kian sulit.
“Kondisi-kondisi seperti ini yang akan menjadi telaah bagi kita untuk melakukan evaluasi, paling tidak bulan ini,” ujar dia.
Kata William, potensi pendapatan daerah melalui retribusi sampah cukup besar. Tiap tahun terus mengalami kenaikan. Hanya memang, diakuinya di tengah pandemi ada dispensasi dari pemerintah kota kepada pelaku usaha.
Akibatnya, ada beberapa potensi pendapatan yang hilang seperti rumah makan, hotel dan restoran.
Di samping itu, banyak pelaku usaha yang tutup. Hal itu berdampak pada berkurangnya volume sampah dan memengaruhi minimnya pendapatan daerah.
Bahkan dewan berencana melakukan subsidi silang. Masyarakat ekonomi lemah tidak lagi dipungut iuran sampah. Pihaknya, lebih menyasar pelaku usaha yang mempunyai potensi pendapatan yang lebih.
“Kami akan usahakan kelas menengah ke bawah itu tidak usah dipungut iuran sampahnya. Ini namanya subsidi tempat-tempat yang cukup berpotensi yang menghasilkan volume sampah cukup besar, ini yang harus dihitung baik-baik untuk penetapan SKRD,” papar William.
Kepala Inspektorat Makassar, Zaenal Ibrahim mengatakan tidak menampik adanya temuan BPK atas piutang retribusi sampah senilai Rp2,8 miliar. Kata dia, temua itu terjadi lantaran sistem pendataan di kecamatan dinilai tidak cukup baik.
Kondisi ini, kata Zaenal, tentu akan menyulitkan Pemkot Makassar dalam melakukan penagihan. Padahal, jumlah piutang yang belum tertagih di masyarakat jumlahnya cukup besar.
“Sebenarnya dibeberapa kecamatan itu sudah ada pencatatan cukup baik karena by name by adress. Cuma yang dipermasalahkan BPK beberapa kecamatan lain tidak. Pernyatanyaannya, dimana kita mau tagih,” keluh dia.(*)