MAKASSAR – Kepala Dinas Pariwisata Makassar, Rusmayani Madjid dicopot dari jabatannya. Surat Keputusan (SK) pemberhentian itu ditandatangani Pj Wali Kota, Rudy Djamaluddin.
SK itu pun beredar luas di media sosial. Maya sapaan akrab kepala dinas, membenarkannya. Surat pencopotannya itu, dia terima di kediamannya pagi tadi, Kamis (04/02/2021).
Saat ditanya soal alasan dirinya dicopot, Maya merasa heran melihat perihal surat keputusan itu.
Baca Juga :
“Biar orang nilai kinerja saya. F8 Makassar saja, event internasional bisa sukses kita gelar. Dua minggu ini, memang saya tidak berkantor. Sebab, jalani isolasi mandiri karena covid-19,” tuturnya.
Pencopotan yang dilakukan Pj Wali Kota ini, memang santer dikaitkan dengan dana hibah pariwisata. Yang terus disoal PHRI Sulsel karena anggaran 2020 dari kementerian itu, tidak kunjung cair.
Maya lagi-lagi heran jika dana hibah menjadi dasar pencopotannya. “Kita sudah berupaya mencairkannya. Saya dikambing hitamkan. Saya dikambing hitamkan dana hibah,” tutur Maya berulang.
Sebelumnya, Maya mengatakan, telah mengirim surat ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) untuk meminta audiens terkait pengalihan dana hibah itu dialihkan ke tahun 2021 ini.
“Tetap mengupayakan dengan mengirim surat untuk meminta audiens kepada kementerian. Siapa tahu bisa diperpanjang,” ujarnya.
Bahkan kata dia, dirinya telah berkomunikasi dengan Ketua PHRI Sulsel, Anggiat Sinaga.
Sebab dana hibah itu dianggap sangat penting digunakan untuk memulihkan perekonomian usaha kepariwisataan di Makassar yang terkena dampak covid-19. Khususnya perhotelan.
“Saya sudah ketemu dengan pak Anggiat. Tentunya, dinas pariwisata akan membantu. Kita sangat tahu perhotelan di masa pandemi covid-19 sangat membutuhkan dana hibah untuk pemulihan ekonomi,” ucap Maya.
Tidak cairnya dana hibah senilai Rp48,8 miliar itu memang membuat para pelaku usaha perhotelan melakukan aksi keprihatinan. Dengan membentangkan spanduk di hotelnya.
Anggota PHRI Sulsel pun telah menggelar aksi damai di gedung DPRD Makassar, Rabu kemarin. Meminta agar dana hibah itu segera dicairkan.
Ketua Komisi B DPRD Makassar, William Laurin menilai, jika aksi yang dilakukan PHRI itu adalah hal yang wajar. Karena Makassar, satu-satunya kota yang belum bisa merasakan manfaat anggaran APBN tersebut.
Apalagi sebagian dari dana hibah itu, sudah berada di kas daerah Pemkot Makassar sejak Desember 2020 lalu. Hanya karena masalah administrasi, anggaran itu tidak bisa dicairkan.
“Itu karena tidak mengurusi administrasi dan sebagainya. Ini presidensial yang kurang bagus di kota Makassar. Harapan kami, jangan sampai berulang. Ada pun juga langkah-langkah berikutnya, kami akan tetap menyupport selama itu mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku,” tutur William.
Permasalahan konkritnya lanjut William, hanya soal keterlambatan verifikasi administrasi. Sehingga, pelaku usaha perhotelan meminta Pemkot Makassar membuat surat ke kementerian. Agar anggaran itu tetap bisa digunakan di 2021 ini.
“Tetapi dari minggu lalu kami sudah melihat juga surat itu. Dan dari kementerian itu menolak, bahwa tidak bisa digunakan di tahun 2021 ini,” kata politisi PDIP Makassar ini.
“Sebenarnya, masalahnya ini memang kondisi verifikasi tidak cukup waktu. Hal itu yang sangat kami sayangkan. Karena sebenarnya dalam verifikasi ini dinas pariwisata punya data yang sudah terupdate di sistem,” tutup William.
Komentar