Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2012 mencapai 6,4%. SBY dalam pembukaan rapat kabinet di Kantor Kementan, Ragunan, Jaksel, Senin (6/8/2012) mengatakan “BPS baru saja mengumumkan hasil survei dan ekonomi kuartal dua, tumbuh 6,4%. Kita tentunya juga menghadapi kesulitan ekonomi, tapi tumbuh 6,4% tergolong tinggi. Alhamdulillah, saya berterimakasih pada semua pihak pada upaya dan kerja keras bersama, akhirnya kita bisa menjaga pertumbuhan pada tingkat seperti itu.”
Peryataan ini, menurut penulis merupkan angin segar bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan bangsa. Wajar jika pada akhirnya SBY mengapresiasi kinerja para menteri dan kepala lembaga di bidang ekonomi yang mampu menjaga pertumbuhan ekonomi dalam negeri di tengah krisis global yang sedang terjadi.
Krisis yang Menguntungkan
Indonesia bisa dikategorikan negara beruntung dibandingkan negara berkembang lainnya. Ketika negara-negara tersebut terpengaruh oleh krisis yang ditiup dari Eropa dan Amerika Serikat, ternyata Indonesia masih tetap berdiri kokoh. Untuk ukuran Indonesia dengan ekonomi USD850 ribu, pertumbuhan 6,4% tergolong tinggi.
Faktor penopang pertumbuhan ini, dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, nilai investasi yang melebihi target. Nilai investasi Indonesia triwulan kedua tahun 2012 membukukan nilai tertinggi sepanjang sejarah. Pasalnya, krisis keuangan di Eropa membuat banyak investor asing lari ke Indonesia.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi di Indonesia, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA) pada triwulan kedua mencapai Rp76,9 triliun. Kedua, konsumsi domestik yang begitu kuat. Konsumsi domestik menyumbang hampir 60% dari perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, adanya pertumbuhan harga konsumen yang stabil, daya beli konsumen yang menguat, serta kepercayaan bisnis, yang membantu meningkatkan permintaan domestik.
Daya Tarik Investasi
Indonesia menjadi salah satu negara yang paling cepat berkembang, dan salah satu negara yang perekonomiannya paling stabil di Asia. kekayaan alam yang dimiliki Indonesia menjadi salah satu faktor utama pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh investasi luar negeri. Kekayaan alam menjadikan magnet bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tak mengherankan, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2012 mendapatkan hasil yang menggembirakan.
Laporan yang tertuang dalam HSBC Trade Connection Report 2011, menyatakan pada tahun 2025, Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Kekuatan ini, bukan saja sebagai kekuatan yang hanya bersifat kontemporer semata, tetapi kekuatan yang menempati posisi 4 ekonomi dunia dengan pertumbuhan perdagangan tertinggi, mencapai 96% sampai tahun 2025, dimana pada tahun tersebut terdapat 5 negara Asia.
Dana Moneter Internasional atau “International Monetary Fund” (IMF) dalam pernyataanya mengatakan, Indonesia sekarang ini merupakan salah satu negara dengan kondisi perekonomian terkuat di antara negara-negara di ASEAN.
Pernyataan ini, berdasarkan proyeksi IMF, yang menjelaskan ekonomi Singapura dan ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina), tumbuh sekira 5,3 persen. Tahun ini saja, Pertumbuhan ekonomi Indonesia, tertinggi dibanding dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. PDB Malaysia tahun 2011 adalah 5,2 persen, Filipina: 4,7 persen, Singapura: 5,3 persen, Thailand: 3,5 persen, dan Vietnam: 5,8 persen
Dari sisi investasi dan perdagangan, ASEAN juga terus mencatat tren kenaikan. Nilai investasi yang masuk ke AEAN ini pada 2009, tercatat 37,8 miliar dolar AS. Tahun 2010, nilai investasi naik hingga 100 persen menjadi USD 70,8. Seperempat nilai perdagangan dunia berlangsung di kawasan ASEAN, terbukti dari besarnya kontribusi perdagangan intra-ASEAN terhadap perekonomian global.
Pada 2010, kontribusi perdagangan intra-ASEAN terhadap ekonomi global sebesar 25,4 persen, naik dari 24,5 persen pada tahun 2009. Pangsa investasi FDI di ASEAN dibandingkan dengan investasi FDI global juga telah mengalami peningkatan signifikan selama masa krisis global yang dimulai sejak tahun 2008 lalu, yaitu dari 2,8 persen pada 2008, menjadi 3,6 persen (2009), dan meningkat 4,8 persen (2010).
Padahal tahun 2003 lalu, ketika pimpinan ASEAN bertemu ekonomi ASEAN hanya sebesar 700 juta dolar Amerika. Saat ini nilai tersebut melonjak tajam menjadi 2,9 triliun dolar Amerika. Angka ini akan mengelembung secara drastis. Jika menggabungkan ASEAN dengan enam mitra yang sudah memiliki perjanjian perdagangan, yakni China, Jepang, Korea, India, Australia, dan Selandia Baru, maka jumlah tersebut menjadi 15 triliun dolar Amerika.
Angka ini bisa diterjemahkan menjadi kekuatan dan peluang yang ada di depan mata bagi Indonesia. Keuntungan bagi lainnya adalah dengan terbentuknya komunitas ASEAN, yang bertujuan untuk menghadapai persaingan ekonomi untuk menghadapai pesatnya ekonomi negara China dan India.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menujukkan tren positif di saat negara-negara lain masih dinaungi awan kelabu krisis global. Penulis mempercayai, kerja sama tim ekonomi ini lah yang menjadi kunci penting bagi pemerintah untuk menjaga kondisi perekonomian nasional di tengah kondisi krisis perekonomian global. Meskipun adanya kekhawatiran terhadap guncangan 2012. Kekhawatiran ini, akan menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi tim ekonomi.
Pada akhirnya penulis menyimpulkan pesona Indonesia saat ini, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang terkuat di ASEAN dan negara yang mampu bertahan dari terpaan krisis di Eropa.
Kekokohan ini menyebabkan banyak investor yang merelokasi investasinya ke negara yang memiliki ekonomi stabil. Saat ini, Indonesia menjadi negara urutan kedua terbaik di G20 dengan pertumbuhan enam koma emat persen. Apa lagi secara keseluruhan, perkiraan pertumbuhan GDP di Asia pada 2012 menurun sebesar 0,2 persen dari tahun sebelumnya 7,9 persen menjadi 7,7 persen.
Ferry Ferdiansyah
Penulis merupakan Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Mercubuana Jakarta
Program Studi Magister Komunikasi
Komentar