PAREPARE – Entah apa yang ada dibenak Kepala Dinas Kesehatan Kota Parepare, dr Muhammad Yamin yang juga menjabat Plt Direktur RSUD Andi Makassau Parepare.
Bayangkan, karena mendapat sorotan media, Yamin langsung menunjukkan perhatian dan niat baiknya dengan memerintahkan kepada Ambulans Call Center 112 Parepare untuk menjemput Muhammad Ridwan, bayi berusia tujuh bulan yang menderita penyakit Hidrosefalus, di rumah gubuknya di jalan Lauleng Soreang Parepare.
Ridwan kemudian dibawa ke RSUD Andi Makassau dan dr Yamin berjanji, pihaknya akan menangani penyakit Ridwan tersebut. Namun kenyataannya sungguh memiriskan, selang beberapa saat setelah diperiksa, orangtua Ridwan justru dipersilahkan membawa pulang anaknya.
Ketua LPMK Kelurahan Bukit Harapan, Bachtiar Abubakar yang ikut mendampingi warganya ini menyebut, dokter di UGD mendiagnosa kalau Ridwan hanya batuk-batuk biasa.
“Akhirnya dibawa pulang lagi ke rumah. Padahal saya dan orangtuanya berharap, ini akan ditangani intensif oleh pihak medis RSUD Andi Makassau. Karena sudah malam dan tidak ada angkot, terpaksa bayinya dibawa pulang pakai motor. Padahal, jarak antara RSUF Andi Makkasau cukup jauh dari Soreang, apalagi dengan membonceng bayi yang tengah sakit dan masih berusia tujuh bulan. Inikah yang dinamakan pelayanan,” ungkap Bachtiar dengan sedihnya kepada awak media, Minggu (4/9/2016).
Terpisah, Nursiah, ibu Muhammad Ridwan yang disambangi awak media di rumahnya mengaku, saat ini anaknya tengah demam tinggi dan flu. Selain itu, Ridwan juga mengalami pembengkakan kepala akibat penyakit Hidrosefalus yang dideritanya.
Dia menuturkan, selama tujuh bulan bayinya menderita sakit itu, belum ada satupun perwakilan pemerintah yang menjenguk dan memberikan bantuan. “Begini nasib jadi orang kecil pak,” akunya.
Nursiah mengungkapkan, penyakit itu menimpa anaknya sejak lahir. Awalnya, dia merasa tidak ada yang aneh pada diri anak kelimanya itu. Sampai dia mulai menyadari jika pertumbuhan ukuran kepala anaknya tidak sebanding dengan usianya.
Sementara ayah Ridwan, Alimuddin (42) yang bekerja sebagai buruh dengan penghasilan Rp 30 ribu – Rp 50 ribu per hari mengatakan, meski penghasilannya hanya sebesar itu dan kadang tidak menentu, dirinya tetap berupaya menghidupi keluarganya, sekaligus mengupayakan pengobatan buat anak bungsunya tersebut.
“Saya sementara carikan obat tradisional. Soalnya kalau berobat rutin di Rumah Sakit, kami tidak mampu tebus obatnya,” ujarnya. (*)