MAKASSAR – Kebijakan internal SMA Negeri 16 Makassar, yang menutupkan pagar sekolah bagi siswa-siswi yang terlambat masuk di sekolah tersebut dikeluhkan banyak orang tua/wali murid. Bahkan kebijakan yang dicetuskan oleh Kepala SMA Negeri 16 Makassar, Muh Yusuf dianggap sama sekali tidak mendidik siswa-siswinya.
Niat pihak sekolah ada benarnya, demi untuk membiasakan kedisiplinan para siswa di sekolah itu. Namun justru kebijakan yang tidak membiarkan siswa-siswi untuk masuk ke pekarangan sekolah sekali pun, justru dapat menjerumuskan anak-anak pada pergaulan negatif di luar sekolah.
Kebijakan Kepala SMAN 16 yang terletak di Jalan Ammanagappa Makassar ini yakni dengan tidak membiarkan siswa-siswi datang ke sekolah melewati waktu yang ditentukan pada pukul 07.15. Jika seorang siswa tiba di depan sekolah lewat dari jam yang ditentukan, maka para siswa sudah tidak diperkenankan melewati pintu pagar sekolah, yang dijaga ketat oleh petugas sekuriti.
Syamsul, seorang wali murid di sekolah itu merasa kesal. Persoalannya, petugas sekuriti menutup pintu pagar sekolah rapat-rapat. Padahal anaknya, yang duduk di kelas XI IPA, harus mengikuti ujian praktikum laboratorium IPA.
Orang tua wali siswa yang mengaku tinggal di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Makassar ini menuding kebijakan sekolah tidak manusiawi. Apalagi, dia merasa sudah terburu-buru mengantar anaknya ke sekolah di tengah hujan deras pagi kemarin, Jumat (3/2/2017). Ternyata dia tiba di sekolah sudah menunjukkan pukul 07.20 Wita.
Mengetahui pintu pagar sekolah sudah ditutup rapat, anaknya terlihat begitu sedih. Dari rona mata anak itu, terlihat sembab. Tidak lama kemudian, anak tersebut, meneteskan air matanya.
“Bagaimanami ini, Pak ? Ujian praktek IPA-ka, pengambilan nilai. Usahakanki dulu minta tolong sama Pak Syam (Petugas sekuriti-red),” pinta anaknya.
Melihat anaknya menangis hanya takut tidak mendapatkan nilai praktikum mata pelajaran IPA, Syamsul pun memelas. Dia memohon kepada sekuriti agar dapat dibantu memasukkan anaknya ke dalam sekolah. Tapi sikap tegas sekuriti yang menjaga pintu, tak berhasil menyelamatkan anaknya masuk ke sekolah.
“Mohon maaf, Pak. Sekalipun anak seorang guru, aturannya tetap tidak bisa masuk lagi kalau sudah lewat jam 07.15. Kalau saya tidak ada masalah Pak, tapi itu disana Pak Kepala Sekolah berdiri terus di depan kantor mengawasi anak-anak yang datang terlambat. Kasihan juga saya Pak, karena nanti saya dimarahi,” ujar Syam, petugas sekuriti di sekolah tersebut.
[NEXT]
Permintaannya agar pintu pagar sekolah dapat dibukakan untuk siswa-siswi yang akan mengikuti ujian praktikum sekolah tidak dipenuhi, Syamsul, seorang honorer di Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar pun tahu diri. Dia sadar, tidak boleh memaksakan kehendaknya. Meskipun batinnya bergemuruh, tapi dia menahan diri.
“Tolong dimuat, Pak. Biar Pak Walikota tahu kalau Kepala Sekolah di SMA Negeri 16 ini membuat aturan semaunya saja, tidak mendidik siswa, aturan yang dibuat-buat hanya ingin dianggap tegas menerapkan aturan kedisiplinan dalam sekolah, padahal itu sangat salah, tidak manusiawi dan cenderung akan menjerumuskan anak-anak ke hal-hal buruk di luar sana,” kesal Syamsul.
Sikap keberatan dengan kebijakan Kepala Sekolah yang dinilai tidak mendidik anak-anak sekolah, juga dilontarkan Indriani, wali murid di sekolah tersebut. Dia mengatakan, jika anak-anak yang datang terlambat, lalu ditutupkan pintu pagar sekolah, tentu saja anak-anak tersebut juga tidak berani pulang ke rumahnya. Kata dia, apalagi di saat jam pelajaran masih berlangsung di sekolah.
“Nah, akhirnya anak-anak tersebut bisa saja melampiaskan kekesalannya, berkumpul dengan teman-temannya pergi ke mall-mall, ke pasar, ke tempat game online, bahkan bisa jadi mereka akan terpengaruh dengan pengaruh negatif dengan lingkungan di luar sekolah,” jelas Indriani, ibu tiga anak, dimana anak sulungnya merupakan siswi Kelas XI IPA di SMA negeri 16 Makassar.
Dia mencontohkan, saat ini marak aksi-aksi kejahatan jalanan yang melibatkan remaja seusia pelajar SMP-SMA. Menurutnya, jika anak-anak dilarang masuk ke dalam lingkungan sekolah sebagai bentuk sanksi indisipliner (terlambat), justru akan membiarkan anak-anak bergaul bebas di luar sekolah. Maraknya aksi-aksi kenakalan remaja seperti, geng motor, begal, pencurian, jambret, terpengaruh narkotika. Semua kemungkinan itu bisa terjadi, kalau anak-anak dibiarkan berkeliaran pada saat jam sekolah.
“Itu aturan yang tidak mendidik jika melarang anak-anak masuk di area sekolahnya jika terlambat, mestinya anak-anak cukup diberi hukuman dalam lingkungan sekolah, bukan malah menutupkan pagar hingga anak-anak sekolah berkeliaran bebas di luar sana,” kesalnya.
Ia mencontohkan di era kepemimpinan Kepala SMAN 16 Makassar sebelum Muh Yusuf menjabat, hukuman atau sanksi yang diberikan bagi siswa yang terlambat masuk sekolah atau membuat masalah di lingkungan sekolah akan diberikan poin (angka) tertentu. Jika pelanggaran dilakukan berulang kali, maka menjadi tugas Guru Konseling (Pembina/Pembimbing) untuk memberi nasehat, jika masih terulang lagi, Orang tua wali siswa akan dipanggil ke sekolah.
“Dan jika sama sekali siswa tersebut memang tidak bisa lagi dibimbing, maka siswa itu akan dikembalikan ke orang tuanya. Itu baru sanksi yang mendidik. Atau bisa juga diberi sanksi misalnya membersihkan ruang kelas, membersihkan lingkungan sekolah, menanam cabe, itu lebih mendidik, sekaligus mendukung program Pak Walikota,” sarannya.
Pada suatu kesempatan, ada orang tua wali siswa yang memprotes langsung kebijakan Kepsek SMAN 16 Makassar tersebut. Orang tua siswa itu langsung menemui Kepala Sekolah, Muh Yusuf.
Kepala Sekolah SMAN 16 Makassar, Muh Yusuf kepada orang tua siswa itu mengemukakan, apa yang dilakukannya dengan menutup pintu pagar sekolah bagi siswa yang terlambat datang semata-mata untuk mendidik kedisiplinan siswa-siswi di sekolahnya. Dengan alasan itu, ia akan bersikap tegas melarang siswanya masuk ke sekolah jika terlambat, meskipun dengan seribu satu alasan apapun.
“Jangan dipikirkan dampak buruknya seperti itu, Pak bahwa anak-anak akan terpengaruh di luar jika tidak diijinkan masuk sekolah. Tapi kita harus pikirkan dampak positipnya yang akan mendidik siswa untuk disiplin,” katanya berdalih. (*)