MAKASSAR – Pegiat anti korupsi di Sulsel meminta agar penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) yang diraih Gubernur Sulsel (non aktif) Nurdin Abdullah (NA) dicabut.
Koordinator FoKaL NGO Sulawesi, Djusman AR bilang, penghargaan itu tidak lagi pantas disematkan kepada NA yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tidak elok kalau penghargaan itu tidak dicabut atau ditarik. Meski dulunya memang NA disebut-sebut bersih. Tapi, NA kan sudah jadi tersangka, maka seharusnya penghargaan itu dicabut,” pungkas Djusman AR, Jumat (05/03/2021).
Baca Juga :
NA diketahui meraih penghargaan anti korupsi itu pada tahun 2017 lalu. Saat dirinya masih menjabat sebagai Bupati Bantaeng. Dewan Juri BHACA kala itu menilai jika NA mempunyai komitmen tinggi membangun pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Olehnya, Djusman AR juga meminta kepada KPK untuk menelusuri seluruh pembangunan yang melibatkan NA saat masih menjabat Bupati Bantaeng dua periode.
“Buat kami itu sudah wajar dan tepat jika penyidik KPK mengembangkan ke sana (Bantaeng). KPK tentu tidak hanya fokus pada kasus yang menjerat NA sekarang ini,”
Tentu bagi dia, itu dilakukan dengan tidak mengabaikan azas praduga tidak bersalah.
“KPK harus tindaklanjuti semua daerah di Sulsel, jika memang terbukti ada indikasi itu (korupsi). Jadi memang harus dibuka semua. Kan tidak adil jika hanya di Bantaeng saja,” pungkas Djusman AR yang juga Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar.
Apa yang diinginkan Djusman AR ini, juga menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK, Nurul Gufron beberapa waktu lalu.
Yang saat itu, Nurul Gufron bilang, jika KPK akan menelusuri semua pembangunan yang melibatkan NA di Sulsel. Itu dilakukan untuk menepis anggapan sejumlah kalangan. Menyebut jika NA dikenal sebagai kepala daerah yang bersih saat menjabat sebagai Bupati.
Pada kasus yang menjerat NA ini, KPK telah mengumpulkan sejumlah barang bukti. Selama berada di Makassar, penyidik KPK telah menggeledah enam lokasi terkait. Di antaranya di kediaman NA dan rumah jabatannya.
Lalu, penyidik KPK juga mengobok-obok kantor Gubernur Sulsel, kantor Dinas PUTR Sulsel, rumah dinas Sekretaris Dinas PUTR, Edy Rahmat. Serta kediaman salah seorang kontraktor bernama Agung Sucipto alias Anggu.
Dari serangkaian penyelidikan itu, turut disita uang tunai Rp1,4 miliar dan mata uang asing lainnya. Yakni 10 ribu Dollar Amerika dan 190 ribu Dollar Singapura. Juga beberapa dokumen penting lainnya sekaitan dengan pembangunan infrastruktur di Sulsel.
Sebelumnya, KPK juga mengamankan uang tunai Rp2 miliar saat menjaring NA, Edy Rahmat dan Anggu pada Operasi Tangkap Tangan (OTT). (*)
Komentar