MAKASSAR — Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Selatan meraih akreditasi A Bidang Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Lalitbang). Pemberian akreditasi A ini yang ditandai dengan penyerahan sertifikat oleh Kepala BKKBN RI Dr.(HC) dr. Hasto Wardoyo kepada Kepala Perwakilan BKKBN Sulsel Dra. Hj. Andi Rittamariani, M.Pd, Senin (1/3/2021).
Penyerahan sertifikat akreditasi A Bidang Lalitbang ini disaksikan oleh Plt. Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, ST. Sebelumnya BKKBN Sulsel meraih akreditasi B.
Pada kesemoatan itu, Andi Rittamariani melaporkan, jumlah kelahiran hingga akhir tahun 2020 di Sulsel mencapai 2,78 anak per wanita usia subur (WUS). Sementara target nasional 2,45. Pasangan usia subur (PUS) yang tidak menginginkan anak lagi dan tidak menggunakan alat kontrasepsi (alkon) sebesar 18,9% dari target rencana strategis tahun 2020 sebesar 8,86%.
Pada Desember 2020, peserta KB baru berada pada angka 77,5% dari target sebesar 104%. Peserta KB aktif dan merupakan data paling “up to date” dari kegiatan pelaporan yang dilakukan per bulan 71,9%.
Di Sulsel, kata Andi Rittamariani, Bina Keluarga Balita (BKB) terdapat 3.343 kelompok, wadah Bina Keluarga Remaja 2.814 kelompok yang diberi informasi berkaitan dengan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) terkait dengan remaja.
Untuk Bina Keluarga Lansian (BKL) 2.785 kelompok, dan Pusat Informasi Konseling (PIK) Remaja 1.390 kelompok yang terdiri atas jalur masyarakat dan jalur pendidikan (sekolah). Usaha Peningkatan Pendapatan dan Keluarga Sejahtera (UPPKS) mencakup 2.545 kelompok.
Menurut Rittamariani, kabupaten/kota harus melakukan “good redesign” pembangunan kependudukan. Dari 24 kabupaten/kota yang belum menyusun program ini, yakni Tana Toraja, Kota Palopo, dan Bantaeng. Hingga tahun 2020 di Sulsel kini terdapat 644 kampung KB.
“Terkait dengan pendataan keluarga mulai dilakukan 1 April hingga 31 Mei 2021 dengan 51 indikator. Pendataan keluarga ini akan menghasilkan data makro yang dapat digunakan untuk pelaksanaan program Bangga Kencana maupun program-program lain,” kata Andi Rittamariani.
Ia melanjutkan, dari aspek ketenagaan, Sulsel rasionya adalah 1:2, dimana satu orang tenaga Penyuluh Lapangan KB (PLKB) membina dua desa. Namun di Kabupaten Maros rasionya 1:1.
“Untuj renovasi gedung kantor BKKBN memperoleh anggaran tahap I Rp 10 Miliar. Insha Allah akan dilanjutkan dengan tahap II, sehingga kantor BKKBN tidak akan menjadi langganan banjir lagi,” ucap Andi Rittamariani.
Kepala BKKBN Pusat Dr. dr. Hasto Wardoyo mengatakan, pelaksanaan rakerda ini merupakan tindak lanjut rapat koordinasi nasional (rakornas) Bangga Kenca yang berlangsung di Istana Meedeka Jakarta. Presiden Joko Widodo pada kesempatan itu menegaskan, kita harus bergotong royong dalam meningkatkan sumber daya manusia.
“Dalam menyosialisasikan program Bangga Kencana, BKKBN mengedepankan pembangunan keluarga. Negara kita sudah berhasil mengendalikan penduduk dari segi kuantitas. Total fertility rate (TFR) yang dulu 5,6 sekarang sudah mencapai 2,4,” terang Dr. dr. Hasto Wardoyo.
Berbicara mengenai “stunting”, Hasto Wardoyo menyebutkan indikatornya antara lain pendek dan pada usia 45 tahun ke atas mudah terkena penyakit kencing manis, kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, dan sebagainya, Tetapi orang pendek, belum tentu “stunting”, tetapi orang “stunting” pasti pendek.
Pada tahun 2021,kata Hasto Wardoyo, BKKBN akan melaksanakan pendataan keluarga dengan 53 variabel yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Sulsel dan jajarannya. Dari data itu juga akan diinventarisasi juga keluarga yang rawan “stunting, sehingga manfaat pendataan keluarga ini besar sekali,
Menurut Kepala BKKBN Pusat, angka “stunting” sekarang ini 27,6%. Itu berarti setiap 100 penduduk ada 27,6% yang “stunting”, dan di Sulsel ada sekitar 24%.
Presiden mengharapkan stunting dapat diturunkan hingga 12% pada tahun 2024. Tingkat penurunan secara nasional tiap tahun sekitar 2,6 dan 2,7%.
Sekarang rata-rata baru turun 0,3%. Sulsel dari 24% bisa mencapai 14%.
Plt. Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mengatakan, di Sulsel daerah tertinggi penderita “stunting” terdapat di Bone dan Enrekang. Di Bone dari 10 kelahiran, terdapat 3 orang “stunting”.
Berkaitan dengan program penanganan”stunting” ini, sebanyak 51 desa dipilih menjadi prioritas. Progran ini dengan menggelontorkan dana Rp 10 miliar. (*)