MAKASSAR – Keluarga tahanan Polres Luwu, Jufrianto yang tewas mengenaskan di dalam setelah setelah disiksa polisi tersinggung dengan uang santunan Rp 30 Juta.
Uang santunan Rp 30 Juta ini pun akan diberikan pihak Polres Luwu. Namun, pihak pihak keluarga menolak dan keberatan dengan cara-cara tersebut.
“Ada polisi yang datang, katanya Polres Luwu mau memberikan santunan Rp 30 Juta. Saya langsung tolak. Saya lalu bilang sama itu polisi, mau nda saya bunuh polisi juga. Lalu saya kasi uang Rp 50 juta. Lebih mahal dengan harga yang ditawarkan Polres Luwu,” kata adik Jufrianto, Sugeng kepada, Selasa (5/4/2016).
Baca Juga :
Menurut Sugeng, upaya pemberian santunan dari Polres Luwu merupakan penghinaan. Ditambah lagi, pihak kepolisian berupaya menutupi kasus ini dan mengaburkan fakta.
“Dari pemberian uang Rp 30 Juta itu, Polres Luwu minta pihak keluarga tidak membesar-besarkan ini kasus. Terima kenyataan saja bahwa kakak saya meninggal karena gagal jantung dan gagal ginjal seperti yang dikatakan polisi,” beber Sugeng.
Sementara itu, Wakil Kepala Polda Sulselbar, Brigadir Jendral (Brigjen) Polisi Gatot Edipramono yang dicoba dikonfirmasi enggan berkomentar. Alasannya, dia tidak tahu menahu soal kasus tersebut dan sedang melakukan kunjungan daerah.
“Wah, kalau kasus itu saya tidak tahu. Saya lagi di Kabupaten Sinjai. Coba konfirmasi langsung ke Kapolresnya,” tutur Gatot via telepon selularnya.
Kepala Polres Luwu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Adex Yudiswn yang dicoba dikonfirmasi enggan menerima telepon wartawan.
Sebelumnya telah diberitakan, seorang tahanan Polres Luwu, Jufrianto yang diduga sebagai pelaku penadah motor curian tewas mengenaskan di dalam selnya dengan luka disekujur tubuhnya. Jenazah Jufriadi lalu dibawa keluarganya ke Makassar untuk dilakukan autopsi.
Saat ini, jenazah Jufrianto masih berada di RS Bhayangkara, Makssar. Namun sampai kini belum dilakukan autopsi, karena pihak keluarga meminta tim dokter independen dan bukan bukan tim dokter polisi yang melakukan autopsi. (*)
Komentar