JAKARTA – Seorang Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati, mendadak menjadi sorotan publik. Namun, bukan karena prestasinya, melainkan penggunaan kata “rakyat jelata” saat memberikan keterangan terkait ceramah Gus Miftah dan seorang pedagang es teh.
Pernyataannya yang terekam dalam video itu menuai kritik tajam dari warganet. Banyak yang menganggap istilah tersebut tidak pantas digunakan oleh seorang pejabat negara.
Dalam klarifikasinya, Adita Irawati menyampaikan permohonan maaf dan menegaskan bahwa pihak Istana menyesalkan kejadian tersebut. Ia juga menekankan bahwa Presiden RI, Prabowo Subianto, sangat menghormati pedagang kaki lima (PKL) serta peduli pada kesejahteraan rakyat kecil.
“Kami dari pihak Istana tentu menyesalkan kejadian ini, satu hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi,” ujar Adita Irawati, Kamis (5/12/2024).
“Apalagi kalau kita lihat, Presiden kita Pak Prabowo Subianto, dari berbagai pidato dan kunjungannya, sangat terlihat keberpihakan beliau pada rakyat kecil, pada rakyat jelata,” tambahnya.
Namun, penggunaan istilah “rakyat jelata” oleh Adita justru memicu perdebatan lebih lanjut. Banyak warganet yang menganggap istilah itu terkesan kuno dan tidak sesuai dalam konteks negara Republik.
“Rakyat jelata? Ini kayak masih di zaman kerajaan. Ini sudah Republik, semua sama,” komentar salah satu netizen.
“Serius, ini jubir kepresidenan?” timpal netizen lainnya.
Kritik terhadap Adita datang tak lama setelah sorotan terhadap tindak-tanduk seorang utusan khusus presiden lainnya. Hal ini membuat publik semakin mempertanyakan profesionalisme tim di sekitar Presiden Prabowo.
Padahal, Adita Irawati bukanlah sosok baru dalam dunia kehumasan. Berdasarkan profil LinkedIn-nya, Adita memiliki pengalaman panjang di bidang komunikasi.
Ia memulai kariernya sebagai Manager Marketing Communications di Indosat sebelum melangkah ke berbagai posisi strategis, termasuk sebagai Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pada 2020, ia menjabat sebagai Advisor to the Ministry of Transportation sekaligus Juru Bicara Kemenhub, hingga masa tugasnya berakhir pada Oktober 2024.
Meski berbekal pengalaman panjang, pernyataan kontroversial ini menjadi pelajaran penting tentang sensitivitas berbahasa, terutama bagi seorang pejabat publik. (*)
Komentar