Lintas Terkini

Mahasiswa Makassar Demo Tolak Kenaikan Tarif Pengurusan Surat-Surat Kendaraan

Sekelompok mahasiswa Makassar menggelar aksi demonstrasi menolak PP nomor 60 tahun 2016.

MAKASSAR – Sekelompok massa mahasiswa Makassar menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan. Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) Makassar memprotes kebijakan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).

“Pemerintah dinilai tidak lagi mempertimbangkan soal kesenjangan sosial dan lebih mengedapankan peningkatan pajak yang seharusnya harus dikaji dulu akan dampak sosial ditimbulkan saat memberlakukan aturan itu,” tegas Denny Abiyoga dalam orasinya saat demo di Makassar, Kamis (5/1/2017).

Pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo untuk kembali mempertimbangkan pemberlakukan aturan tersebut karena dinilai kenaikan begitu besar hingga tiga kali lipat dari sebelumnya.

“Kami meminta presiden mengambil sikap, jangan sampai kenaikan tarif ini dimanfaatkan sekelompok golongan tertentu membuat rakyat akan semakin menderita,” ujarnya.

Dalam PP tersebut jelas, pemberlakukan tarif baru baik penerbitan dan pengesahan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) maupun Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) termasuk Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNBK) kenaikannya sangat besar.

Aktivis mahasiswa lainnya yang turut berdemonstrasi, Adhi Putho Palaza menuturkan, kenaikan tarif pengurusan surat kendaraan bermotor yang dianggap naik hingga tiga kali lipat itu dinilai sangat tidak logis dan tidak rasional. Selain pengurusan STNK, BPKB juga terdapat penambahan tarif pengurusan, seperti pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara.

Sedangkan aktivis mahasiswa lainnya dari Gerakan Pemuda mahasiswa Nasionalis atau Gapemnas, Jhunaedi menyayangkan adanya kebijakan tersebut tidak berpihak. Ia menilai pemerintah belum jeli melihat kondisi ekonomi masyarakat iindonesia yang seharusnya diprioritaskan, tapi malah justru menjadi komuditi, belum lagi soal pungutan liar yang semakin marak meski telah dilakukan penangkapan oknumnya.

“DPR sebagai perwakilan rakyat harus meminta penjelasan pemberlakukan PP itu, karena dianggap tidak rasional dengan kenaikan tarif sangat signifikan,” tambahnya. (*)

Exit mobile version