PEGUNUNGANBINTANG– Masyarakat suku Korowai yang tinggal di wilayah Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, sudah terisolasi selama bertahun-tahun. Akibat tidak adanya akses transportasi yang memadai, untuk menuju ke lokasi tersebut bisa dibilang tidaklah mudah.
Untuk mencapai lokasi itu, warga hanya diberikan dua pilihan moda transportasi yaitu menggunakan helikopter atau longboat. Jika memanfaatkan helikopter, jarak tempuh dari Boven Digoel sekitar satu jam, namun jika menggunakan longboat, membutuhkan waktu satu hari perjalanan dan ditambah dua hari berjalan kaki.
Jauh di pedalaman itu, suku Korowai mengandalkan tambang emas sebagai mata pencarian. Dirilis Antaranews.com, salah satu pemilik Dusun Kali Dairam Korowai di Mining 33, Ben Yarik mengatakan, meski tidak pernah tersentuh pembangunan pemerintah, namun masyarakatnya masih beruntung karena ada tambang emas rakyat yang bisa dimanfaatkan, karena itu, ia berharap sumber penghidupan itu tidak ditutup oleh pemerintah.
Baca Juga :
“Bertahun-tahun pemerintah tidak pernah membangun Korowai, Tuhan yang memberikan hasil emas bagi kami, sehingga kami bisa menambang dan membantu kami. Kasihan ini, banyak masyarakat tidak lagi diperhatikan dan terus tertinggal. Beruntung masih ada emas yang menjamin,” kata Ben pekan lalu.
Sementara itu, salah satu pengelola Koperasi Kawe Senggaup Mining Hengki Yaluwo mengatakan, karena lokasinya terisolasi dan jauh dari perkotaan itu harga kebutuhan pokok di Korowai cukup tinggi. Bahkan untuk harga satu karung beras berukuran 10 kilogram di kawasan tambang rakyat Korowai mencapai Rp 2 juta.
“Beras 10 kilogram itu emas empat gram. Kalau dibeli dengan uang, satu karung itu harganya Rp 2 juta,” katanya.
Tak hanya beras, untuk satu kardus mi instan dijual seharga Rp 1 juta. Sedangkan ikan kaleng seharga Rp 150 ribu. “Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000,” kata Hengki.(*)
Komentar