JAKARTA – Sepanjang awal pekan ini, Asosiasi Dokter Medis Sedunia atau World Medical Association (WMA) menyelenggarakan International Code of Medical Ethics (ICoME) yang membahas mengenai standarisasi etik kedokteran dan profesionalisme. Pengurus Besar Ikatan Dokter Inodnesia (PB IDI) ditunjuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi yang dihadiri oleh perwakilan lebih dari 100 negara anggota WMA. Konferensi yang diselenggarakan secara hibrid ini membahas masalah etik kedokteran dalam dunia masa kini.
Sekjen WMA, dr Otman Kloiber menjelaskan “Organisasi medis terutama dokter termasuk organisasi yang cukup vital karena menyangkut kesehatan raga dan keselamatan nyawa.. Bagi kami di WMA, keberadaan organisasi profesi juga haruslah tunggal karena menyangkut standarisasi etik kedokteran demi keselamatan pasien dan masyarakat, serta dokter. IDI merupakan anggota WMA dan memiliki sejarah panjang dengan WMA selama 70 tahun. Kami juga melihat bahwa IDI juga memiliki sejarah yang panjang dengan negara Indonesia. IDI merupakan salah satu anggota yang penting bagi kami. Saat ini, kami di WMA hanya mengakui IDI sebagai organisasi profesi medis sebagai perwakilan dari Indonesia.”
Dalam konferensi ini hadir sejumlah tokoh kedokteran yang berperan penting dalam penyusunan kode etik kedokteran internasional, diantaranya; Sekjen WMA Dr Otmar Kloiber, Bendahara WMA Prof Ravindra yang juga mendalami etika kedokteran telemedis, dr Ramin Parsa-Parsi yang merupakan inisiator dari perubahan deklarasi Geneva dan International Code of Medical Ethics yang saat ini sedang direvisi, dan Prof Urban Wiesing yang merupakan bagian dari inisiator Deklarasi Helsinki yang saat ini menjadi rujukan seluruh komite etik penelitian seluruh dunia termasuk Indonesia, serta lebih dari 100 perwakilan asosiasi dokter medis dari berbagai negara.
Wakil Menteri Kesehatan RI, dr Dante Saksono Harbuwono, SpPD(K) menyampaikan, “Dengan tema yang diangkat dalam konferensi WMA 2022 ini, kami berharap bahwa pedoman etika
kedokteran dapat dieksplorasi secara menyeluruh. Itu akan tidak hanya melindungi kita sebagai dokter, tetapi yang paling penting, untuk memastikan layanan kesehatan terbaik yang dapat kami berikan kepada pasien; dan saya percaya pertemuan ini akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk melakukannya. Melalui peningkatan etika pedoman, kita harus memastikan hukum, adil, dan efisien kesehatan.
Sebagai salah satu anggota WMA, IDI juga dilibatkan dalam penyusunan revisi kode etik kedokteran internasional. Delegasi dari IDI yang diwakili dr Pukovisa Prawiroharjo, SpS(K), PhD; Dr dr Eka Ginanjar, SpPD, dan Prof Dr dr Sukman Tulus Putra, SpA(K) turut membagikan pengalaman di Indonesia termasuk dengan adanya Fatwa Etik Kedokteran Indonesia dan regulasi terkait.
Dikatakan oleh Ketua Umum PB IDI, dr Adib Khumaidi, SpOT, ”Penyelenggaraan acara kolaborasi dengan WMA ini merupakan salah satu bukti penguatan sinergi IDI di kalangan kedokteran medis internasional. IDI juga terus berusaha memperbaiki diri seraya menjadi mitra sinergis bagi pemerintah dan berbagai pihak untuk mewujudkan transformasi sistem Kesehatan nasional. Kami selalu siap mendukung perubahan kearah yang lebih baik. Hal ini juga berlaku tidak hanya secara nasional tetapi juga di daerah. Koordinasi antara IDI wilayah dan IDI cabang dengan pemerintahan setempat dan dinas Kesehatan setempat juga terus ditingkatkan agar pelayanan Kesehatan masyarakat bisa terus berkembang lebih baik bukan hanya untuk kepentingan dokter anggota IDI saja tetapi juga untuk masyarakat, bangsa, dan negara.”