JAKARTA– Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (FK UGM) bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI telah menyelenggarakan Webinar Healthtech Ideanesia 2020: Opportunity and Challenges of Digital Health Regulatory Sandbox. Webinar ini dilaksanakan tanggal 24 September 2020.
Webinar tersebut diselenggarakan dalam rangka mendapatkan informasi tentang implementasi regulatory sandbox di Singapura di bidang kesehatan serta untuk mendiskusikan kerangka konsep regulatory sandbox di Indonesia. Webinar dilaksanakan dalam 2 panel diskusi.
Panel pertama dimoderatori oleh Plt. Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri dengan Pembicara dari Kementerian Kesehatan Singapura Praveen Raj Kumar dan Doctor Anywhere, dan Health Startup Singapura Lim Wai Mun.
Praveen menjelaskan regulasi sandbox disusun oleh pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan pada konsumen. Menurutnya, setiap dokter yang memberikan konsultasi online wajib menanyakan alamat pasien, karena jika sewaktu-waktu dibutuhkan (seperti pasien pingsan) maka dokter dapat mengirimkan ambulans ke alamat pasien.
Health Startup Singapura Lim Wai Munmenambahkan, Singapura mempunyai standar keamanan dalam memberikan pelayanan kesehatan serta standar bagi tenaga profesional yang memberi layanan.
“Risiko tinggi pada telemedicine karena dokter tidak bertatap muka dengan pasien, bisa terjadi salah diagnosa. Tetapi dalam situasi pandemi Covid-19, telemedicine merupakan solusi terbaik,” papar Lim Wai Mun sebagaimana dirilis kemkes.go.id.
[NEXT]
Panel kedua dimoderatori oleh dr. Anis Fuad, FKKMK UGM, dengan pembicara Advisor Group Inovasi Keuangan Digital OJK Maskum, dan Tim Peneliti Regulatory Sandbox Malaria yang juga Dosen Hukum Kesehatan UGM Dr. Rimawati, SH, M.Hum,
Maskum menyampaikan pentingnya sinergi antara pemerintah, provider teknologi, dan regulasi dalam penyusunan sandbox khususnya untuk diagnosis dan pengobatan pasien malaria.
“Harus mementingkan keamanan konsumen, khususnya data pribadi pasien, sehingga bank data harus di Indonesia. Diharapkan startup/provider memperhatikan sistem malaria yang akan dikembangkan berupa; e-learning, lacak malaria sampai ke daerah terpencil dengan gadget lama,” ujar Maskum menekankan pentingnya sinergitas stakeholder.
Sementara itu, Dr. Rimawati menjelaskan tahapan pengembangan sandbox serta perlunya uji coba terlebih dahulu sebelum implementasi sandbox. Dia menambahkan, tahapan yang ditempuh melalui pencatatan, review, pemeriksaan kelengkapan dokumen, klastering, pengambilan keputusan, hingga masuk sandbox.
“Uji coba regulatory sandbox khusus Malaria meliputi: diagnostik, telekonsultasi, artificial intelligent,” ucap Rimawati.
Pengembangan sistem regulatory sandbox ini sebagai upaya memperkuat akses layanan kesehatan, dibutuhkan tidak hanya dalam penanganan malaria saja, namun penyakit lain, khususnya dalam masa pandemi Covid-19 saat ini. Sinergitas antara stakeholder dibutuhkan guna mempercepat regulasi dan implementasi sandbox di Indonesia. (*)