JAKARTA – Belajar dari tragedi kemanusiaan yang diakibat gempa diikuti dengan tsunami di Aceh dan Nias akhir Desember 2004 yang menelan ratusan ribu jiwa, banyak anak-anak yang dibawah keluar Aceh dan Nias menjadi korban eksploitasi dan perdagangan. Bahkan terjadi praktik penjualan bayi untuk tujuan adopsi ilegal baik untuk dalam dan luar negeri.
Oleh sebab itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, berdasarkan ketentuan konvensi PBB yang mengatur tentang hak anak (convention on the rights of thr child), ketentuan baku konvensi PBB tentang perlindungan pengungsi (UNHCR), serta UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mendesak semua pihak untuk memberikan perlindungan bagi anak-anak.
Khususnya bagi anak yang terpisah dari orangtua dan keluarganya akibat gempa dan tsunami di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Mutong, Sulteng. KPAI juga mendesak pemerintah maupun pemegang otoritas penanggulangan dan penanganan bencana untuk melarang siapapun, dengan alasan menyelamatkan anak korban dan alasan lain yang mengajak anak-anak korban keluar dari daerah tersebut.
Dengan demikian untuk kepentingan terbaik anak khususnya bagi anak-anak yang terpisah dari orangtua dan keluarganya, Komnas Perlindungan Anak dengan segera bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulteng, dan para pegiat perlindungan anak serta relawan anak menyediakan posko re-integrasi keluarga (reintegration social fammily) di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi.
“Posko re-integrasi keluarga tersebut juga kami tempatkan diberbagai tempat pengungsian baik di luar Sulteng maupun diluar Sulteng seperti Manado dan Makasar,” ujar Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Tujuan utama dari program reintegrasi sosial anak ini untuk memberikan perlindungan bagi anak dan untuk menjaga agar tidak keluar dari Palu serta memberikan informasi yang akurat dan benar mengenai keberadaan dan data anak kepada orangtua maupun keluarga terdekat yang terpisah dengan anak semenjak terjadinya gempa dan tsunami.
Pada intinya anak harus mendapat perlindulan khusus selain mendapat layanan trauma healing atau psikososial terapi yang sudah banyak dilakukan para relawan dan lembaga. Sudah saatnya disiapkan Posko Reintegrasi Sosial Anak,” tambah Arist Merdeka Sirait, Sabtu (6/10/18) saat meninjau Posko Solidaritas Sulut Sayang Anak Sulteng di Sekretariat DPD RI Senator Sulut.
“Oleh sebab itu sebagai bentuk dukungan solidatitas bagi anak yang terpisah dari orangtua dan keluarga mendorong semua anggota masyarakat khususnya di Sulut untuk memberikan bantuan berupa obat-obatan, selimut, biskuit dan susu, minyak kayu putih, alas dan tenda Camping dan donasi dalam bentuk financial untuk pembekalan para relawan Anak,” ujarnya.
Bantuan masyarakat dapat dikirimkan atau diserahkan melalui Posko Solidaritas Sulut Sayang Anak Sulteng di Kantor DPD RI Senator Indonesia untuk Sulut di Jalan Takalang Kota Manado. (*)