Lintas Terkini

Gerakan Keteladanan, Strategi Jitu Gerakan Literasi di Maros

Kepala sekolah dan guru di Maros Baru diwajibkan membaca 15 menit, sebelum memulai rapat.

MAROS – Salah satu hal yang menghalangi gerakan literasi (budaya membaca) adalah kurangnya keteladanan dari orang tua siswa, guru dan para warga kepada anak, siswa atau yang lebih muda. Sehingga yang mudap akhirnya tidak tergerak untuk literate.

Hal ini membuat Irlidya, salah satu pengawas di Maros prihatin terhadap kondisi tersebut. Hingga akhirnya dia berusaha menggerakkan para kepala sekolah dan guru di bawah pengawasannya agar terbiasa membaca buku.

“Agar pembiasaan membaca siswa di sekolah terlaksana dengan baik, hal yang penting sekali dilakukan adalah keteladanan atau memberi contoh. Pengawas harus menjadi contoh bagi kepala sekolah dan guru, kepala sekolah harus menjadi contoh bagi guru dan siswanya. Demikian juga guru pada siswanya,” tutur Irlidya, salah satu fasilitator Usaid Prioritas Maros ini, Jumat, (7/4/2017).

Sebelum kepala sekolah menganjurkan warga sekolah membaca, dia harus aktif membaca terlebih dahulu. Setidaknya ikut dalam program membaca di sekolahnya. Hal ini penting untuk memastikan semua warga sekolah ikut dalam program membaca.

Untuk memulai hal tersebut, sebagai pengawas, setiap ada pertemuan kepala sekolah (K3S) di wilayah pengawasannya di Maros Baru, ia selalu membawa buku dan mengulasnya di depan mereka. Selain itu, ia juga berhasil membuat kesepakatan dengan para kepala sekolah, untuk melakukan kegiatan membaca 15 menit sebelum rapat dimulai.

Rapat yang biasa berlangsung sebulan sekali itu, kini selalu diawali dengan membaca 15 menit dan kegiatan menceritakan kembali isi buku yang telah dibaca. Selain itu, ia mewajibkan para guru dan kepala sekolah di bawah pengawasannya untuk membeli buku satu bulan minimal satu kali.

Ia namakan gerakan ini “one teacher one book”.  Ia tidak akan akan menandatangani berkas kepala sekolah dan guru di bawah pengawasannya, sebelum mereka memperlihatkan buku yang telah mereka beli. Kalau ada yang menyodorkan berkas untuk ditandatangani, dan kepala sekolah atau guru tersebut tidak  memperlihatkan buku yang dibeli, Irlidya yang sudah menuntaskan program doktoralnya ini akan menunjukkan buku-buku  yang sudah ia beli sambil bercanda “Ini bukuku! Mana bukumu ?”.

Karena program ini, guru-guru dan kepala sekolah sekolah di 17 sekolah di bawah pembinaannya sudah banyak yang aktif ikut program yang ia canangkan tersebut. Buku-buku yang mereka beli banyak terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan, misalnya menjadi kepala sekolah profesional, manajemen sekolah, metodologi mengajar, dan lain-lain.

Hasil gerakan ketauladanan tersebut juga sudah mulai tampak, beberapa sekolah sudah membuat taman baca. Kepala sekolah dan guru-guru yang dulunya tidak terbiasa membeli buku kini telah memiliki buku-buku bacaan dan terlihat juga membaca menemani siswa. (*)

Exit mobile version