MAKASSAR — Cagar budaya di Kota Makassar kian kritis. Seiring perkembangan zaman, jumlahnya terus berkurang.
Menyikapi hal itu, Dinas Kebudayaan (Disbud) Makassar akan memasifkan penyelamatan cagar budaya. Salah satunya, dengan menetapkan beberapa wilayah sebagai kota tua.
Di dalam kota tua tersebut akan menyimpan banyak aset bangunan hingga kawasan kebudayaan.
“Kami sudah punya map, jadi ada tiga lokasi titik yang akan jadi zonasi, yang pertama itu kawasan yang ada di Benteng Somba Opu, ada di kawasan Tallo, dan Kawasan Benteng Rotterdam, Balaikota sampai Karebosi,” kata Kabid Cagar Budaya, Disbud Makassar, Abd Rakhman Kuba.
Rakhman mengatakan, saat ini ketiganya masih dalam tahap kajian untuk penetapan batas hingga titik pusat kota tua. Termasuk pihaknya masih akan melakukan Focus Group Discussion bersama sejumlah pihak, termasuk tim pengkaji sebelum menetapkan lokasi dan batasnya.
“Jadi ini sebenarnya belum final intinya kita akan buat gambar, skemanya seluruh kota Makassar dimana lokasinya yang masuk aset aset sejarah ini, supaya gampang ditemukan,” katanya.
Ia optimis penyelesaian penetapan tersebut dapat dilakukan Juni mendatang atau paling lambat pada triwulan ketiga 2021. Pasalnya kelengkapan tersebut dibutuhkan untuk kemudian menjadi dasar digodoknya Ranperda Kota Tua di DPRD Kota Makassar.
Lebih lanjut, Dinas Kebudayaan telah menyiapkan anggaran hingga Rp1 milliar untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Jadi InsyaAllah tahun ini kita rampungkan semuanya. Persoalan sekarang itu menggali datanya untuk jadi acuan, sebagai dasar penetapan Kota Tua itu. Makanya kita bentuk tim Adhoc yang bekerja menyusun rekomendasi kita di semua pertemuan dan kita bawa ke Pak Wali, dan untuk bisa kuat kita butuh Perda yang saat ini sementara berjalan di DPRD juga,” jelasnya Rakhman.
Sementara itu Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Makassar Muslimin AR Effendy mengatakan pihaknya telah mencatat ada sebanyak 54 bangunan Cagar Budaya yang berhasil diidentifikasi, jumlahnya dipastikan masih akan terus bertambah.
“Jadi masih dilakukan sebenarnya penjejakan, dia tersebar di lokasi-lokasi tadi, tapi kita belum lakukan penjejakan di Daerah Tallo karena di sana sebenarnya masih terbilang baru (ditemukan) jadi sebenarnya masih perlu ada batasan (zona), jadi tidak semua kita bisa kasi masuk dia tergantung entitas dari cagar budayanya,” katanya.
Sementara identifikasi tersebut melibatkan banyak pihak yang tergabung dalam tim ahli cagar budaya. Semuanya melibatkan Arkeologi yang bertindak mengidentifikasi umur bangunan, arsitek, hingga sejarawan.
“Meskipun bend isunya itu ada di arkeolog tapi mereka tidak pahami betul bangunan. Jadi perlu ada perlibatan arsitek hingga sejarawan untuk jelaskan ini,” pungkasnya.(*)