MAROS – Rustia Lanti, Nurbaya Lanti, Nurbaeti Lanti, Bahri Lanti, dan Bakri Lanti dibuat kaget. Sebab, lahan peninggalan orang tua mereka, Lanti bin Pape, di Kappang, Desa Labuaja, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, tiba-tiba diekspos sebagai lokasi pembangunan pos polisi lalu lintas.
Kelima bersaudara itu pun menyesalkan tindakan oknum pemerintah desa yang menunjukkan lahan itu kepada Ditlantas Polda Sulsel, tanpa koordinasi sama sekali.
Nurbaya mewakili saudara-saudaranya menuturkan, pihaknya hanya membaca rencana itu di media sosial.
Baca Juga :
“Lalu masyarakat di desa juga mulai ramai membicarakan. Puncaknya, kami melihat beberapa petugas mulai datang mengukur dan membawa gambar perencanaan,” ucap Nurbaya kepada wartawan, Kamis (7/7/2022).
Pemerintah desa dan kecamatan, tambah Nurbaya, sempat mengundang untuk sosialisasi pembangunan pos polantas. Namun, ia dan saudaranya tak menghadiri karena merasa berkeberatan.
“Kami kan pemilik lahan. Kok tiba-tiba mau jadi sasaran sosialisasi. Harusnya bicara dulu dengan kami secara intern sebelum diumumkan,” imbuh Nurbaya bersama adiknya, Nurbaeti.
Keduanya menggelar konferensi pers dengan membawa dokumen pembayaran pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) atas lahan tersebut. Setiap tahun keluarga besar Lanti bin Pape membayar pajak untuk lahan yang dahulu adalah sawah itu. Beberapa bagian sudah dihibahkan untuk lapangan sepak bola.
Putra-putri Lanti bin Pape pun memutuskan menyurat ke bupati, dengan harapan pemerintah daerah bisa menghentikan pembangunan di atas lahan milik keluarga mereka.
Nurbaeti mengaku tidak yakin pihak Dirlantas Polda Sulsel tahu mengenai status tanah tersebut.
“Tidak mungkin pak polisi mau membangun sesuatu jika tahu lokasi itu ada yang punya. Boleh jadi pihak Ditlantas diinformasikan bahwa lahan itu tidak ada yang miliki,” tutur ibu tiga anak itu.
Soal rencana pembangunan pos polantas untuk mengurai kemacetan di sekitaran Hutan Karaenta, disebutnya sebagai rencana yang baik dan perlu. Keluarga besarnya hanya tak setuju dengan proses menuju rencana tersebut yang dianggap asal tunjuk.
“Dan mengabaikan budaya kita, yaitu sipakatau,” tambahnya.
Dengan lahan yang tidak luasnya tak seberapa, imbuh Nurbaeti, sikap keluarga besarnya bukan menuntut materi. Namun lebih pada upaya mempertahankan hak.
“Diberi uang berapa pun kami tak mau. Ini soal harga diri keluarga besar dan amanah mendiang orang tua kami,” kuncinya.
Sebelumnya, di lahan yang sama, juga sudah dibanguni lapangan parkir. Kini sebuah bangunan permanen yang kabarnya akan didirikan di situ. Lanti bersaudara mengaku sangat terpukul atas tindakan sepihak itu, di lahan milik mereka. (*)
Komentar