LINTASTERKINI.COM – Sejak awal 1990-an, Amerika Serikat telah meluncurkan ratusan rudal jelajah Tomahawk dari kapal perang dan kapal selam untuk menyerang target-target di Timur Tengah, Afrika Utara, Yugoslavia dan Afghanistan. Rudal ini memiliki kemampuan jelajah 550 mil/jam (885 km/jam).
Rudal Tomahawk bisa menyerang target lebih dari seribu mil jauhnya. Hal ini membuat rudal jenis ini populer, meskipun mahal, dengan tujuan memproyeksikan senjata tanpa perlu menempatkan militer AS dalam bahaya. Namun, Amerika Serikat dan Kerajaan Inggris yang juga sebagai salah satu negara yang turut menyebarkan Tomahawk.
Namun bukan cuma mereka saja negara yang dapat melancarkan serangan rudal jelajah jarak jauh, seperti dilansir dari National Interest. Pada tanggal 7 Oktober, frigate Rusia “Dagestan” dari kelas Gepard dan tiga korvet kelas Buyan berlayar di Laut Kaspia melepaskan salvo sebanyak 26 rudal jelajah Kalibr dari sistem peluncur vertikal mereka.
Rudal sepanjang 9 meter meluncur 900 mil (1450 km) melintasi wilayah Iran dan Irak sebelum menghantam 11 sasaran yang ada di Suriah, menggempur pejuang ISIS dan tentara pemberontak Suriah. Salvo berikutnya yaitu 18 rudal Kalibr diluncurkan dari satgas Dagestan pada bulan November.
Kemudian pada tanggal 9 Desember 2015 kapal selam kelas Improved Kilo Rostov-na-Donu meluncurkan salvonya dari rudal jelajah Kalibr yang mengambil sasaran di Suriah, menandai debut tempur modern dari kekuatan kapal selam Rusia. Pada tahun 2016, frigate Rusia yang ada di Laut Mediterania menggempur Aleppo dan Idlib dengan setidaknya menembakkan 3 rudal jelajah.
[NEXT]
Pesawat tempur Rusia sudah beroperasi selama Suriah pada saat serangan pertama tahun 2015, dan dengan mudah bisa melancarkan serangan udara terhadap sasaran mereka dengan biaya yang jauh lebih rendah. Namun, dengan memamerkan kemampuan serangan jarak jauh oleh Angkatan Laut Rusia, maka Moskow tidak hanya mempromosikan keunggulan teknologi, tetapi secara harfiah mempromosikan kemampuan rudal Kalibr atau varian rudal dengan jangkauan yang lebih pendek yang dikenal sebagai rudal Klub.
Ada lebih dari selusin varian dalam keluarga rudal Kalibr, memiliki varias platform peluncuran, jangkauan, profil target dan kecepatan, panjang antara 6 – 9 meter, tetapi semua mampu dipasang hulu ledak 990 pound atau muatan nuklir. Rudal anti kapal varian SS-N-27 Sizzler, atau 3M54T atau 3M54K untuk versi kapal laut dan kapal selam dengan jangkauan lebih pendek, diperkirakan antara 270-410 mil (430 – 660 km), dan dirancang untuk melakukan sea skimming guna menghindari deteksi.
Diuntungkan oleh nozel berdaya dorong vektor pada versi diluncurkan dari kapal, aktif radar homing pada rudal Kalibr juga dirancang untuk melakukan manuver evasif daripada membuat garis lurus. Ketika mereka telah cukup dekat dari kapal musuh, rudal berakselerasi dari kecepatan jelajah mereka 0,8 mach menjadi 3 mach, dan turun pada ketinggian hanya 4,6 meter yang membuat mereka sangat sulit untuk dihadang oleh pertahanan anti rudal yang ada di kapal musuh.
Varian serang darat, yaitu 3M14T dan 3M14K (NATO: SS-N-30A), tampaknya tidak memiliki daya dorong kurang dari 3 mach saat pendekatan terminal. Sebagai kompensasi, rudal berpemandu inersia memiliki jangkauan antara 1.000 – 1.500 mil (1.600 – 2.400 km). Kelas ketiga dari rudal jelajah Kalibr yaitu 91RT dan 91RE digunakan untuk menyebarkan torpedo kapal selam dengan jangkauan 30 mil (48 km).
Rudal jelajah Kalibr saat ini digunakan pada kapal selam kelas Kilo Angkatan Laut Rusia, serta jenis yang lebih modern termasuk kapal selam kelas Akula, Lada dan Yasen. Mereka juga digunakan pada frigate dan korvet meski sejauh ini belum dipasang pada kapal perang yang lebih besar, namun upgrade tersebut pada akhirnya akan terjadi. Sementara frigate kelas Gepard Rusia hanya dipersenjatai dengan 8 rudal Kalibr, kapal perusak bersenjata rudal akan mampu membawa hingga puluhan rudal Kalibr.
[NEXT]
Di sisi lain, Rusia telah menunjukkan bahwa mereka dapat menggunakan banyak kapal perang kecil untuk menyebarkan kekuatan persenjataan jarak jauh, ini adalah contoh strategi dalam “mendistribusikan” struktur kekuatan. Idenya adalah bahwa di zaman sekarang rudal semakin mematikan dan memiliki jangkauan lebih jauh, adalah cara yang bijaksana untuk menyebar persenjataan di beberapa platform yang lebih kecil dan murah, daripada memasang semua rudal dalam satu kapal besar, yang mahal dan rentan.
Angkatan Laut AS sendiri lebih kepada upaya membentuk struktur kekuatan yang lebih terdistribusi melalui program Littoral Combat Ship (LCS), namun sejauh ini terus mengalami permasalahan yang serius, dan kapal LCS berukuran sedang saat ini mengalami kekurangan dalam hal persenjataan yang tidak sekuat rudal Kalibr yang terpasang pada korvet Rusia yang lebih kecil.
Rudal Klub varian ekspor semua jangkauan diturunkan antara 140-190 mil (225-300 km), untuk memenuhi persyaratan Missile Technology Control Regime (MTCR), yang melarang ekspor rudal jelajah dengan jangkauan lebih dari 300 kilometer. Rudal Klub sekarang digunakan pada kapal selam kelas Kilo dalam Angkatan Laut China, India, Aljazair, Vietnam dan mungkin Iran, serta 6 unit frigat kelas Talwar India. China juga telah mengembangkan rudal jelajah jarak lebih jauh YJ-18, yang dianggap sebagai salinan dari rudal Klub Rusia.
Selanjutnya, versi rudal Klub yang diluncurkan melalui udara sedang dikembangkan untuk digunakan pada pesawat patroli maritim Tu-142 yang dioperasikan oleh Angkatan Udara Rusia dan India. Versi rudal anti kapal berbasis darat juga telah di demonstrasikan dan tampaknya bisa disembunyikan dalam wadah. Varian Klub-K ini bisa dipasang pada kereta api, truk kargo, memberi prospek identifikasi dan menghancurkan persenjataan tersebut dari jauh akan semakin sulit. Namun, sejauh ini belum ada operator yang dikonfirmasi menggunakan sistem ini.
[NEXT]
Pertama Terkenal Belum Tentu Yang Terbaik
Sebagai perbandingannya, rudal Tomahawk pertama kali di uji coba dari kapal perusak USS Merrill (DD-976), pada bulan Maret 1980. Tiga bulan kemudian, rudal Tomahawk UGM-109 versi bawah air, turut pula di uji coba. Pengembangan proyek militer ini berlangsung selama 2 tahun hingga 1983, di mana saat itu rudal Tomahawk secara resmi bertugas dan masuk ke layanan Angkatan Bersenjata AS.
Rudal jelajah Tomahawk turut ambil bagian pertama kali dalam pertempuran yang sebenarnya pada tahun 1991 yang dikenal sebagai Perang Teluk I. Kapal perang dan kapal selam AS meluncurkan sebanyak 288 rudal jelajah Tomahawk yang menargetkan obyek-obyek strategis yang ada di Irak.
Namun sangat disayangkan, hanya sekitar 50 persen rudal jelajah Tomahawk yang dapat mencapai sasaran pada waktu itu. Departemen Pertahanan AS (Pentagon) pada waktu menolak untuk membahas lebih dalam mengenai kemampuan rudalnya.
Hingga 4 tahun kemudian, Pentagon akhirnya mengakui bahwa rudal jejah Tomahawk kurang efektif dalam melaksanakan misi. Sampai saat ini, Angkatan Laut AS masih dilengkapi dengan 3.500 rudal jelajah Tomahawk.
Mayoritas jenis rudal jelajah Tomahawk yang dimiliki adalah RGM/UGM-109E Blok 4. Ini merupakan rudal jelajah Tomahawk generasi keempat. Selama 30 tahun terakhir, AS telah meluncurkan lebih dari 2.000 rudal jelajah Tomahawk.
Pada tahun 2014 yang lalu sebanyak 47 rudal jelajah Tomahawk ditembakkan dengan sasaran fasilitas militer ISIS. Kelemahan utama dari rudal Tomahawk modern, adalah kecepatan terbang yang relatif rendah. Sehingga, sangat riskan untuk di tangkal oleh sistem pertahanan udara lawan. Selain itu rudal Tomahawk lemah dalam sistem peperangan elektronik dan tidak memiliki kemampuan siluman untuk terhindar dari radar lawan.
Bahkan pada serangan rudal Tomahawk ke pangkalan udara Shayrat, Suriah yang dilancarkan pada hari Jumat dini hari (05/07/2017) kemarin, dari 59 rudal jelajah yang ditembakkan tercatat hanya 23 rudal yang berhasil mencapai sasaran dan menghancurkan 6 pesawat tempur, bunker amunisi, bunker bahan bakar dan beberapa perlengkapan lain yang ada di pangkalan udara tersebut, namun sebagian pesawat tempur yang parkir di bandara itu selamat dari serangan. (Sumber : Jakartagreater)