MAKASSAR – Interpelasi yang digagas oleh sejumlah anggota DPRD Makassar memang merupakan hak politik dan dijamin dalam konstitusi dan UU MD3, untuk meminta penjelasan dari Walikota Makassar (eksekutif) terkait kebijakan yang dianggap penting dan strategis.
Walikota Makassar Danny Pomanto yang kembali aktif setelah dipercepat cutinya akibat didiskualifikasi pencalonannya oleh KPU Makassar,. Selanjutnya Danny Pomanto mengeluarkan kebijakan menonaktifkan 15 Camat dengan alasan agar Camat yang diduga terkait dengan pemotongan 30% dana sosialisasi buat fee dapat berkonsentrasi terhadap penyelidikan dan penyidikan polisi.
“Saya kira, alasan penonaktifan itu rasional dan dibenarkan secara hukum, sebab perkara korupsi selaku kejahatan luar biasa (exstra ordinary crime) dan kejahatan kemanusiaan harus dipercepat dan didahulukan prosesnya dibanding perkara lain,” ujar pakar hukum Prof Marwan Mas SH MH.
Dijelaskan, menonaktifkan oknum Camat yang diduga terkait dengan dugaan korupsi yang sedang ditangani penyidik, seharusnya didukung karena selain agar oknum Camat yang diduga mengetahui pemotongan dana sosialisasi itu bisa lebih fokus memberikan keterangan dan penuntasan perkara itu, juga merupakan implementasi dari pemerintahan yang transparan dan bersih.
Jika pun DPRD Makassar melakukan interpelasi, itu juga sah-sah saja. Sebab Walikota bisa memberikan keterangan mengenai perencanaan dan arah penganggarannya dalam APBD. Bahkan, bisa terungkap bagaimana anggaran itu bisa dipotong 30% yang diduga sebagai fee terhadap oknum tertentu di DPRD Makassar yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Selain itu, juga bisa menjadi salah satu alat bukti (surat dan keterangan saksi) bagi penyidik, jika dalam interpelasi itu terungkap semua,” tambahnya. (*)