JAKARTA — Rizieq Shibah enggan bergeming. Menyebut telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dalam perkara berita bohong tes usap yang menjeratnya.
Hal tersebut diungkapkan Riziek dalam pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021). Rizieq mengatakan seharusnya kasus itu hanya pelanggaran protokol kesehatan yang hukumannya cukup dengan sanksi administrasi seperti denda.
“Tuntutan JPU dalam kasus ini adalah bentuk abuse of power dan bentuk kriminalisasi pasien dan dokter, serta Rumah Sakit yang harus dihentikan, serta bentuk diskriminasi hukum yang manipulatif, sehingga wajib dibatalkan demi hukum,” ujar Rizieq.
Selain itu, Rizieq mengatakan sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia atau Inpres nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, tak disebutkan hukuman pidana bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan (prokes).
Adapun bentuk hukuman bagi pelanggar prokes menurut Inpres itu adalah teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, denda administratif, atau penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.
“Jadi jelas dalam Inpres tersebut bahwa pelanggaran prokes hanya diterapkan hukum administrasi, bukan hukum pidana penjara,” kata Rizieq.
Rizieq Shihab dituntut enam tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam kasus tes swab palsu RS Ummi Bogor. Dalam tuntutannya, jaksa menjerat eks pimpinan FPI itu dengan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana menyebarkan berita bohong.
Jaksa memaparkan hal yang membuktikan dakwaan penyebaran berita bohong, antara lain video Rizieq Shihab di YouTube yang menyebut dirinya dalam keadaan sehat. Padahal saat video itu diambil, jaksa menyebut Rizieq sudah dalam keadaan sakit dan positif Covid-19.(*)