Lintas Terkini

Hina Presiden Diancam 4,5 Tahun Penjara, Menkumham: Negara Lain Sudah Lumrah

JAKARTA — Pasal penghinaan presiden masuk dalam Rancangan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly memberi penjelasan.

Menurutnya, akan menjadi sangat liberal kalau membiarkan penghinaan terhadap presiden. Di beberapa negara, kata dia, pasal seperti itu sudah merupakan hal lumrah.

“Enggak bisa kalau kebebasan sebebas-bebasnya, itu bukan kebebasan, itu anarki,” ujar Yasonna dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Rabu (9/6/2021).

Menurut Yasonna, sah-sah saja jika masyarakat mengkritik kebijakan presiden, tapi tidak boleh menyerang personal.

“Kita tahu lah, presiden kita sering dituduh secara personal dengan segala macam isu itu, dia tenang-tenang saja. Beliau mengatakan kepada saya tidak ada masalah dengan pasal itu. Tapi, apakah kita biarkan presiden yang akan datang digitukan?” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

“Harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang berkeadaban,” lanjut dia.

Selain itu, ia beralasan pasal ini berbeda dengan yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006, MK pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Ini berbeda dengan yang pernah dibatalkan MK. Sekarang kan delik aduan (yang dibatalkan MK delik biasa),” ujar Yasonna.

Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden tertuang dalam Pasal 218 hingga 220 RKUHP terbaru. Penghinaan terhadap presiden dan wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara. Bila penghinaan dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya menjadi 4,5 tahun penjara.

Sementara itu, bagi yang menghina lembaga negara, seperti DPR, bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara.(*)

Exit mobile version