Logo Lintasterkini

Senjata Rahasia: Kolaborasi Data dan Folu Net SINK 2030 Menuju Indonesia Emas

Fakra
Fakra

Selasa, 10 September 2024 12:28

Polusi udara telah menjadi masalah serius sejak tahun 2019 yang menempati urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian di dunia
Polusi udara telah menjadi masalah serius sejak tahun 2019 yang menempati urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian di dunia

Penulis : M. Zaky Hisyam Gozhi

Polusi udara telah menjadi masalah serius sejak tahun 2019 yang menempati urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian di dunia. Polusi udara juga telah menjadi masalah serius yang harus segera dibenahi oleh Indonesia.

Menurut perankingan negara paling berpolusi di dunia oleh IQAir, Indonesia menempati urutan ke-14 sebagai negara paling berpolusi di dunia dengan konsentrasi rata-rata tahunan PM2,5 di Indonesia menyentuh angka 37,1 μg/m³.

Selain itu, terjadi tren peningkatan polusi udara secara keseluruhan di Indonesia dari tahun 2022 yang sebesar 38% naik menjadi 39% pada tahun 2023 dan kondisi udara secara keseluruhan berada dalam kategori tidak sehat untuk kelompok umur sensitif.

Analisis data IKU provinsi oleh BPS pada tahun 2023 menunjukkan bahwa terdapat 8 provinsi dengan kategori IKU buruk (≤77), 18 provinsi kategori sedang (77-82), dan 8 provinsi kategori baik (≥82).

Hal tersebut selaras dengan hasil analisis data Indeks Kualitas Udara (IKU) provinsi-provinsi di Indonesia menggunakan metode agglomerative clustering didapatkan tiga kelompok klaster, yaitu buruk (≤77), sedang (77–82), dan baik (≥82).

Setelah dikaji lebih lanjut DKI Jakarta mempunyai rata-rata IKU terendah (74,53) yang dapat meningkatkan risiko Kesehatan, sedangkan Papua Barat mempunyai rata-rata IKU tertinggi (95,33) yang menandakan risiko kesehatan minimal.

Dampak Tingginya Tingkat Polusi Udara di Indonesia

Tingginya tingkat polusi udara di Indonesia dapat menyebabkan banyak dampak negatif di Indonesia. Jika ditinjau dari aspek kesehatan, sebanyak 8.100 orang meninggal akibat polusi udara pada tahun 2023.

Berdasarkan data Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa tren kasus ISPA di Indonesia dalam kurun waktu Januari hingga september 2023 cukup tinggi, yakni di kisaran 1,5 juta hingga 1,8 juta kasus secara nasional dengan tiga provinsi yang memiliki kasus tertinggi antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

Berdasarkan aspek ekonomi, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa biaya kesehatan yang dikeluarkan untuk penyakit pernapasan akibat polusi udara mencapai Rp 10 triliun pertahun melalui klaim BPJS Kesehatan.

Selain itu, besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh konsentrasi PM10 terhadap kesehatan senilai Rp 373,1 triliun atau setara dengan 5,03% Produk Domestik Bruto (PDB). Dari biaya tersebut, 60,9% adalah biaya mortalitas berupa kematian dini dan 39,1% adalah biaya morbiditas dengan komponen terbesar (sekitar 50%) berupa perawatan rumah sakit akibat penyakit pernapasan.

Kematian akibat polusi udara juga membawa kerugian sekitar US$2,1 miliar di Jakarta pada tahun 2023.

Lingkungan juga menjadi salah satu aspek terdampak akibat dari tingginya tingkat polusi udara di Indonesia. Hujan asam, eutrofikasi, kerusakan ekosistem, hingga penurunan produktivitas pertanian merupakan dampak negatif polusi udara yang dapat memberikan konsekuensi serius bagi Indonesia.

Penyebab Utama Tingginya Tingkat Polusi Udara di Indonesia

Tingkat polusi udara di Indonesia yang tinggi tidak terlepas dari pengarus Gas Rumah Kaca (GRK) yang telah menjadi isu lingkungan yang mendesak.

Diantara berbagai jenis polutan yang termasuk dalam GRK, emisi karbon atau emisi GRK yang dapat dikonversi sebagai karbon dioksida ekuivalen masih menjadi jenis gas yang paling sering dipantau perkembangannya dan sebagai indikator dalam menggambarkan degradasi lingkungan di suatu daerah tertentu.

Dilansir dari ourworldindata, Indonesia berada di peringkat ke-129 sebagai negara dengan emisi CO2 dari bahan bakar fosil dan industri terbesar pada tahun 2022. Setelah dilakukan forecasting terhadap data emisi CO2 di Indonesia menggunakan metode Double Exponential Smoothing dengan nilai mean absolute percentage error sebesar 14,88%, meramalkan bahwa akan terjadi akan terjadi peningkatan emisi CO2 menjadi 3,31 ton pada tahun 2032.

Hal tersebut bertentangan dengan target penurunan emisi CO2 sebesar 32% pada tahun 2030 dari tahun 2022 yang hanya sebesar 2,6 ton.

FOLU Net Sink 2030 sebagai Senjata Rahasia

Kebijakan FOLU Net Sink 2030 merupakan salah satu langkah strategis Indonesia dalam mengatasi emisi gas karbon dioksida (CO2) dan dampak perubahan iklim.

FOLU, yang merupakan singkatan dari Forestry and Other Land Use, bertujuan untuk mencapai kondisi di mana sektor kehutanan dan penggunaan lahan menyerap lebih banyak emisi karbon daripada yang dihasilkan.

Berdasarkan publikasi Statistik Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2023, total stok karbon Indonesia pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 57,5 gigaton karbon (Gt C).

Sektor kehutanan dan penggunaan lahan diperkirakan akan berkontribusi hampir 60% dari total target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia, yang ditetapkan sebesar 29% pada tahun 2030. Dalam konteks ini, FOLU Net Sink 2030 berperan penting dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.

Program ini mencakup berbagai langkah operasional, seperti pengurangan laju deforestasi, rehabilitasi lahan gambut, dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Data BPS menunjukkan bahwa sektor kehutanan dan penggunaan lahan berkontribusi signifikan terhadap penurunan emisi, dengan kontribusi sekitar 17,2% dari total target tersebut.

Untuk mencapai target ini, pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan berbagai strategi, termasuk program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang bertujuan untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan.

Selain itu, langkah-langkah operasional telah ditetapkan melalui SK MenLHK No. 168/2022, yang mencakup perlindungan hutan, rehabilitasi lahan, dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Menurut Statistik Lingkungan Hidup 2023, laju deforestasi di Indonesia menunjukkan penurunan, yang merupakan indikasi positif dari efektivitas kebijakan ini.

”DATA” sebagai Aksi Keberlanjutan
Deteksi Cerdas – ini merujuk pada penggunaan teknologi Internet of Things (IoT) untuk memantau kualitas udara secara real-time.

Dengan sistem pemantauan yang cerdas, data mengenai tingkat polusi dapat dikumpulkan dan dianalisis secara langsung, memungkinkan respons cepat terhadap perubahan kualitas udara.
Analisis Mendalam – Analisis kausalitas dan peramalan tren polusi udara penting untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap polusi. Dengan melakukan analisis mendalam, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat mengidentifikasi sumber utama polusi dan merumuskan kebijakan yang lebih efektif untuk mengurangi emisi.

Target Teratur – Penetapan target emisi berbasis sains bagi pemerintah sangat penting untuk mencapai tujuan pengurangan emisi yang realistis dan terukur. Dengan menetapkan target yang jelas, semua pihak dapat bekerja menuju pencapaian yang sama, memfokuskan upaya pada pengurangan emisi yang signifikan.

Awareness dan Edukasi – Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang polusi udara dan dampaknya sangat penting. Melalui edukasi, masyarakat dapat lebih memahami peran mereka dalam mengurangi polusi dan berpartisipasi dalam inisiatif lingkungan.

Upaya mengatasi polusi udara dan emisi karbon di Indonesia harus dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Kebijakan FOLU Net Sink 2030 yang didukung dengan strategi “DATA” (Deteksi Cerdas, Analisis Mendalam, Target Teratur, Awareness dan Edukasi) merupakan langkah strategis yang sejalan dengan beberapa poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait lingkungan dan iklim antara lain:
SDG 7 – Energi Bersih dan Terjangkau: Mendorong penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi untuk mengurangi emisi dari sektor energi.
SDG 11 – Kota dan Komunitas Berkelanjutan: Mewujudkan kota-kota yang ramah lingkungan dengan mengurangi polusi udara dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.

SDG 13 – Penanganan Perubahan Iklim: Mengambil langkah-langkah cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya, termasuk melalui upaya mitigasi emisi GRK.

SDG 15 – Ekosistem Daratan: Melindungi, memulihkan, dan meningkatkan penggunaan berkelanjutan ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan, dan menghentikan serta memulihkan degradasi lahan.

Dengan mengintegrasikan upaya mengatasi polusi udara dan emisi karbon ke dalam kerangka SDGs, Indonesia dapat berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan dan mencapai Indonesia Emas 2045 dengan lingkungan yang bersih, sehat, dan berketahanan iklim. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari polusi udara dan emisi karbon yang berlebihan.(**)

 Komentar

 Terbaru

Nasional06 Oktober 2024 11:18
Pembukaan Lowongan PPPK 2024: Solusi Penghapusan Tenaga Honorer
JAKARTA – Pemerintah resmi membuka lowongan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024, sebagai langkah untuk mengatasi masala...
News06 Oktober 2024 11:12
Sejumlah Ruas Jalan di Enrekang Ditangani di Era Andi Sudirman
ENREKANG – Masyarakat Kabupaten Enrekang merasakan manfaat dari sejumlah pembangunan yang telah dilakukan Andi Sudirman Sulaiman semasa menjabat...
News05 Oktober 2024 21:47
Organisasi Pers di Makassar luncurkan Koalisi Advokasi Jurnalis
MAKASSAR – Sejumlah organisasi Pers bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar sepakat membentuk sekaligus meluncurkan nama Koalisi Advok...
News05 Oktober 2024 21:40
Polantas Bone Maksimalkan Commander Wish, Jaga Kamseltibcar Lantas
BONE – Guna terjaganya keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas), Satuan Lalu Lintas Polres Bone rutin mela...