Logo Lintasterkini

Ketua OJK : Keuangan Syariah Solusi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Abdul Gaffar Mattola
Abdul Gaffar Mattola

Senin, 10 Oktober 2016 23:29

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan regulasi yang mengatur perkembangan Finasial Technology (Fintech).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan regulasi yang mengatur perkembangan Finasial Technology (Fintech).

JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menyebutkan bahwa keuangan syariah bisa menjadi salah satu solusi dunia dalam mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Muliaman menyampaikan pandangannya itu saat menjadi pembicara dalam seminar keuangan syariah di Washington DC, Amerika Serikat yang diselenggarakan oleh World Bank dan Islamic Financial Services Board, Jumat (7/10/2016).

“Prinsip-prinsip khas keuangan syariah yang memihak pada pemerataan pendapatan dan berorientasi pada kegiatan sosial lingkungan, menjadikan pengembangan sistem keuangan syariah menjadi sangat relevan dengan pencapaian target-target SDGs,” kata Muliaman.

Keuangan syariah, juga tidak hanya bisa menjangkau aspek pemberantasan kemiskinan. Tetapi juga mencakup peningkatan kesehatan, penyediaan pendidikan yang berkualitas, kesetaraan gender, pembangunan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, antisipasi perubahan iklim dan juga penurunan tingkat ketimpangan tingkat pendapatan.

Kata Muliaman, OJK sebagai otoritas sektor jasa keuangan di Indonesia terus mendorong perkembangan sektor keuangan syariah mulai dari sektor perbankan syariah, IKNB syariah dan pasar modal syariah. Share industri perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional menunjukkan kenaikan bila dibandingkan tahun sebelumnya, meningkat dari 4,60% di Juli 2015 menjadi 4,81% di Juli 2016.

“Share dimaksud diperkirakan akan mencapai sekitar 5,13% apabila turut memperhitungkan hasil konversi BPD Aceh menjadi Bank Umum Syariah,” tuturnya.

Sejalan dengan perkembangan share tersebut, terjadi kenaikan aset perbankan syariah (BUS dan UUS) sebesar 18,49% (YOY), dari Rp272,6 triliun (Juli 2015) menjadi Rp305,5 triliun (Juli 2016). Kenaikan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana pihak ketiga sebesar 12,54% (YOY), dari Rp216 triliun (Juli 2015) menjadi Rp243 triliun (Juli 2016) yang selanjutnya telah mendorong penyaluran pembiayaan tumbuh sebesar 7,47% (YOY), dari Rp204,8 triliun (Juli 2015) menjadi Rp220,1 triliun.

Dari sisi kualitas pembiayaan, NPF gross mengalami penurunan (YOY) dari 4,89% (Juli 2015) menjadi 4,81% (Juli 2016). Sementara profitabilitas yang tercermin dari rasio ROA meningkat dari 0,91% (Juli 2015) menjadi 1,06% (Juli 2016). Sedangkan rasio BOPO membaik dari 94,19% (Juli 2015) menjadi 92,78% (Juli 2016).

[NEXT]

Selain itu, terjadi peningkatan kecukupan  permodalan perbankan syariah yang tercermin dari kenaikan rasio CAR, yaitu dari 14,47% (Juli 2015) menjadi 14,86% (Juli 2016).

Sementara untuk pasar modal syariah, persentase nilai masing-masing efek syariah dari total efek per tanggal 23 September 2016 adalah sebagai berikut, saham syariah sebesar 55,97%, sukuk korporasi sebesar 3,88%, reksa dana syariah sebesar 3,76% dan sukuk negara sebesar 15,08%.

Sedangkan perkembangan industri keuangan non bank (IKNB) Syariah sampai Juli 2016, total aset IKNB Syariah meningkat sebesar 23,18% menjadi Rp80,1 triliun. Pertumbuhan aset didominasi oleh penambahan pelaku usaha serta pengembangan produk dan layanan IKNB Syariah.

Sementara itu, sukuk Indonesia di lingkup global telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan yang mencapai sekitar 23,3%, atau sekitar 10,15 miliar dolar AS dari total penerbitan sovereign sukuk internasional. Indonesia juga Negara pertama yang memiliki sukuk retail.

Muliaman menyampaikan bahwa pasar modal syariah juga bisa berperan signifikan dalam membantu pembiayaan proyek-proyek infrastruktur pemerintah, terutama melalui pengembangan pasar sukuk.

Dalam seminar ini mengemuka bahwa konflik politik dan bencana alam akhir-akhir ini mengakibatkan 1 miliar populasi dunia masih berada pada jurang kemiskinan; 1,1 milar penduduk dunia hidup tanpa listrik; dan 2,5 miliar penduduk tanpa sanitasi yang layak.

Lebih lanjut lagi, sebagian dari populasi tersebut berada di negara dengan mayoritas penduduk muslim dengan Indonesia menyumbang sekitar 28 juta orang penduduk miskin dunia. (*)

 Komentar

 Terbaru

News29 November 2024 23:10
Frederik Kalalembang Temui Kapolda Sulsel, Soroti PT Masmindo dan Apresiasi Keamanan Pilkada
MAKASSAR – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang, mengadakan pertemuan dengan Kapolda Sulawesi Selatan, ...
News29 November 2024 20:45
Bumi Karsa Tuntaskan Penanaman 5.500 Pohon di Sulawesi, Jawa hingga Sumatera
MAKASSAR – Bumi Karsa kembali menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan. Penanaman 5.500 pohon telah dilakukan pada berbagai pro...
Ekonomi & Bisnis29 November 2024 20:39
Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan, OJK Sulselbar-BPS Kembali Gelar SNLIK 2025
MAKASSAR – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulsel Sulbar bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel dan BPS Provinsi Sulbar ke...
News29 November 2024 14:04
PPDB Sekolah Islam Athirah Dibuka Mulai 1 Desember 2024
MAKASSAR – Sekolah Islam Athirah membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 mulai 1 Desember 2024. Total kuota yang dis...