Lintas Terkini

Warung Jual Makanan Haram Bertebaran di Yogyakarta

Ilustrasi,

JOGJA – Masyarakat harus hati-hati dengan makin maraknya warung yang menjual menu makanan yang tidak halal di Yogyakarta. Banyak penjual makanan di daerah yang dikenal dengan sebuatn Kota Gudeg ini hanya selalu berpikiran mau untung besar.

“Karena makanan yang dikonsumsi masuk ke dalam tubuh. Dan, setiap daging (bagian tubuh) yang tumbuh dari barang yang haram, maka api nerakalah baginya,” kata Direktur Halal Center UGM dan Dosen Pasca-Sarjana Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danardono, Senin (11/12/2017).

Hal itu ia sampaikan pada acara “Tabligh Akbar Ngaji Halal Haram di Sekitar Kita” yang diselenggarakan oleh Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Rumah Sajadah bekerjasama dengan Takmir Masjid Ar- Rahmah, Krapyak Sidoarum, Godean. Kegiatan keagamaan ini diselenggarakan di Masjid Ar Rahmah.

Ia mengungkapkan di Yogyakarta sekarang sangat banyak warung yang menjual daging haram seperti anjing, tikus, ular, burung gagak, dan lain-lain. Ada istilah yang sering dipakai untuk masakan dengan daging anjing dan kadang masyarakat tidak mengetahuinya seperti B1 (special B1, sate B1, bakmi B1), kambing balap, kijang kota, Scoo be doo, Tongseng (Seng-su, Tongseng jamu). Bahkan di Klaten sampai Sragen di sebut rica-rica.

“Kalau di Yogyakarta ada rica-rica ayam, enthok itu dagingnya ya terbuat dari ayam atau enthok. Sedangkan istilah makanan yang sering dipakai untuk menyebut masakah dengan daging babi adalah B2,” ungkap Nanung.

Menurut Nanung, masakan dari daging anjing di Yogyakarta tampaknya semakin banyak. Dari hasil yang diketahuinya setidaknya ada di 15 lokasi antara lain di Jlagran, Lempuyangan, Pasar Terbang, dekat Panti Rapih, Terminal Condong Catur, Timur Purosani, dekat SMAN Depok, dekat Janti, Imogiri Timur, Mejing. Pusat penyembelihannya di Bambanglipuro Bantul dekat Gereja Ganjuran.

Dikatakannya, dari informasi yang diperolehnya di DIY dalam sepekan ada 300 ekor anjing yang dijual ke warung-warung. Berarti dalam sehari ada sekitar 40-50 ekor anjing yang disembelih untuk dijual dagingnya. Lebih lanjut Nanung mengatakan ada sebelas potensi pencemaran daging haram di wilayah Kota Yogyakarta.

Adapun potensi pencemaran daging haram antara lain daging sapi dioplos daging babi (B2), penggilingan daging sapi campur daging babi, daging anjing(B1), tikus, ular dan lain-lain, daging ayam dan sapi bangkai, daging yang dioles bumbu dengan kuas bulu babi, daging yang tidak disembelih menurut syariat Islam.

Terdapat pula daging yang direndam darah sebelum dipanggang, daging impor non-halal dari luar negeri, daging sapi gelonggong, krecek (gudeg, sambal goreng dan lain-lain) dari daging babi, serta daging sampah (rumah makan, hotel, dan lain-lain).

Sementara itu Ketua Yayasan Rumah Sajadah, Fajriyanto mengatakan dari hasil surveinya sendiri ternyata ada beberapa pedagang yang masih menggunakan kuas yang terbuat dari bulu babi. Padahal, kalau kuas dari bulu babi itu dalam keadaaan basah digunakan untuk menguas ayam, lele, roti, ikan menjadikan makanan itu najis.

“Dan, itu dikonsumsi setiap hari oleh ribuan dan bahkan ratusan orang yang berada di samping kanan kiri kita,” ujarnya. (*)

Exit mobile version