JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan rasa duka mendalam kepada para putra terbaik Kepolisian RI yang mengalami korban jiwa maupun luka pada kerusuhan di Rutan Salemba cabang Kelapa Dua di Mako Brimob, pada 8-10 Mei 2018. Ia juga menceritakan bagaimana Presiden Jokowi memonitor peristiwa tersebut, serta memberikan arahan.
Pernyataan itu disampaikan Moeldoko dalam acara ‘Ngopi Bareng Kepala Staf Kepresidenan’ di Bina Graha, Jumat, (11/5/2018). Moeldoko yang juga sempat hadir di Mako Brimo Kelapa Dua menyatakan, secara prosedur, operasi penanganan kerusuhan sudah berjalan dengan baik.
Panglima TNI 2013-2015 ini menegaskan, Presiden Jokowi menaruh perhatian besar pada perkembangan penanganan kerusuhan ini dari menit ke menit.
“Saat itu, saya bersama Presiden Jokowi dalam kunjungan kerja di Riau. Begitu ada laporan peristiwa, Presiden memberikan petunjuk untuk dibentuk sebuah satuan komando atau posko yang diketuai oleh Menko Polhukam dengan menyiapkan instrumen keamanan. Disitu ada juga Wakapolri, Panglima TNI dan Kepala BIN,” papar Moeldoko.
Mantan KSAD ini mengisahkan, arahan Presiden Jokowi saat itu. Beberapa petunjuk Presiden yakni jangan ragu-ragu, tegas terhadap pelaku teror dan hindari korban yang tak perlu. Juga batasan waktu untuk segera diselesaikan.
Dipaparkan, setelah ada petunjuk atau arahan Presiden, maka prosedur pengambilan keputusan pun diambil. Ada beberapa alternatif tindakan, yakni serbu langsung, dan juga ambil intervensi dulu.
Dalam pengambilan keputusan tentu ada kalkulasi yang harus dihitung. Apalagi saat itu masih ada satu anggota polisi yang masih hidup dan jadi sandera. Akhirnya dilakukanlah tekanan-tekanan.
“Bukan negosiasi ya! Di antaranya mematikan listrik, air, menghentikan pasokan makanan. Setelah ada keluhan dari mereka, satu anggota kita dilepas, maka secara terbatas, makanan kita berikan,” urainya.
Sampai di situ, lanjut Moeldoko, para perusuh menyerah. Menyisakan 10 orang saja, yang akhirnya juga menyerah.
“Mengapa tak dilakukan serbuan saja terhadap mereka itu? Kita harus ingat ada Konvensi Jenewa, yang antara lain menyebutkan bahwa kalau lawan sudah menyerah itu tidak boleh dibunuh,” papar Moeldoko.
Sebagaimana diketahui, Konvensi Jenewa 1949 yang telah dimodifikasi dengan tiga protokol amandemen menyebutkan bahwa korban luka dan korban sakit dalam konflik militer wajib dikumpulkan dan dirawat serta diperlakukan dengan respek. Moeldoko memaparkan, langkah-langkah seperti ini perlu dijelaskan agar tak timbul kebingungan dari berbagai pihak.
“Mengapa saat itu terlihat penanganan peristiwa ini tertutup? Karena ini persoalan taktikal yang tidak boleh diobral keluar. Saya harapkan penjelasan ini bisa dipahami dengan baik oleh masyarakat agar tidak terjadi perdebatan yang tidak perlu padahal cerita yang sesungguhnya tidak seperti yang dipersepsikan di luar,” ungkapnya.
Kepala Staf Kepresidenan menjelaskan, stabilitas politik dan keamanan Indonesia tetap terjamin. Termasuk untuk event-event besar yang akan berlangsung mendatang, seperti Asian Games Jakarta-Palembang, 18 Agustus-2 Sepetmber dan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Oktober mendatang.
“Negara sangat menjamin atas keamanan dan keselamatan, baik itu masyarakat Indonesia atau internasional yang berada di Indonesia kita pastikan. Kita tidak ada toleransi untuk terorisme,” kata Moeldoko. (*)