SEBAGAIMANA kita ketahui sampah merupakan komponen terakhir dari aktivitas masyarakat. Sampah menjadi komoditas yang jarang untuk dirilik, meski 10 hingga 5 tahun terakhir menjadi issue yang hangat. Baik dari estetika maupun dari sisi ekonomis yang dapat menunjang penghidupan dan menjadi mata pencaharian baru dimasyarakat.
Mau melihat dari sudut pandang apapun sampah merupakan hal yang menjadi permasalahan yang turun temurun membutuhkan solusi. Solusi yang ditawarkan di beberapa Negara pun tidak tanggung-tanggung, seperti di tuliskan di halaman www.hipwee.com Swedia bahkan mendirikan Mal khusus untuk transaksi daur ulang sampah atau barang bekas, di Norwegia melakukan kebijakan meninggikan pajak bagi produsen yang menghasilkan sampah plastik guna menekan produksi sampah khususnya plastik yang proses penghancurannya sangat lama. Jepang sebagai ‘kiblat’ teknologi juga tidak kalah mencengangkan, karena jepang merupakan salah satu Negara yang sangat peduli dan konsisten dalam pengolahan sampah.
Belum lagi masalah sampah dan upaya pengelolaannya selesai dibahas, kini kita dikejutkan dengan beredarnya berita bahwa terdapat penumpukan sampah yang jumlahnya sangat banyak di Mojokerto, Jawa Timur (iNews.id) yang ternyata merupakan tumpukan sampah kertas yang akan dipakai sebagai bahan dasar pembuatan kertas oleh sebuah pabrik kertas. Yang lebih mengherankan tumpukan sampah ini merupakan impor dari Negara luar.
Baca Juga :
Tidak hanya di Jawa Timur terdapat pengiriman sampah dari luar Indonesia, di Kepulauan Riau, seperti di tulis Antara terdapat beberapa kontainer sampah impor di Pelabuhan Bongkar Muat Batu Ampar, Batam. Hal ini harusnya membuat kita resah dan prihatin karena belum lagi selesai masalah sampah di negeri sendiri terpecahkan, adanya sampah kiriman dari luar negeri menjadi persoalan baru yang harus di pikirkan bangsa ini.
Penelusuran aktivis lingkungan juga memberikan informasi dan pandangan baru tentang alur impor sampah yang ada. Pada kenyataannya sampah impor berupa kertas terkontaminasi sampah plastik dan sampah rumah tangga lainnya, yang sebenarnya tidak dibolehkan mengirim jenis sampah domestik atau limbah rumah tangga ke Negara lain karena hal tersebut termasuk ilegal. Namun dalam penelusurannya terdapat sampah-sampah tersebut.
Dalam film documenter “Take Back your Trash from Indonesia” yang diluncurkan The Party Depertemen ada banyak hal yang bisa kita ‘baca’, mulai dari ironi antara penghidupan yang ditopang dengan sampah namun menggadaikan kesehatan, atau upaya pelestarian lingkungan namun pada kenyataannya terbentur nilai ekonomi atau lemahnya kebijakan dan pengaruh bangsa kita terhadap Negara lain. Mungkin cukup memprihatinkan jika kita berpendapat bahwa negeri kita tercinta masih dianggap ‘sebelah mata’ oleh bangsa lain sehingga sampah-sampah Negara lain dengan mudahnya masuk ke Negara kita. Padahal masalah sampah di Negara kita juga masih menjadi momok yang berulang setiap saat. Namun pada kenyataanya upaya tata kelolah lingkungan terutama sampah yang kita lakukan selama ini seakan tidak ada artinya seketika berita ini muncul.
Posisi Negara kita harusnya ‘kuat’ dan berwibawa agar tidak lagi terjadi hal yang demikian. Di kawasan Internasional pun Indonesia harus menjadi Negara yang punya bargaining position dalam politik dan ekonomi agar mampu didengar dan diperhitungkan oleh Negara lain sehingga sampah-sampah dari Negara lain tidak mudah masuk di Indonesia. Demikian juga posisinya di dalam negeri, harus mampu membuat perusahaan-perusahaan pemesan sampah impor tidak seenaknya melakukan pengiriman sampah yang tidak sesuai aturan. (*)
Komentar