MAKASSAR – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy yang melempar gagasan kebijakan soal full day school atau sekolah sehari penuh bagi siswa SD dan SMP, langsung menjadi kontroversi.
Gagasan Mendikbud soal memperpanjang durasi waktu anak di sekolah mendapat tanggapan yang beragam di masyarakat. Ada yang setuju, namun tak sedikit yang menolak dan berujung kritik. Bagaimana tanggapan tokoh pendidikan Kota Makasar, Andi Mustaman soal gagasan tersebut.
Ketua Yayasan Bhakti Bumi Persada yang membina Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Wira Bhakti Makassar ini tidak terburu-buru menentukan sikap. Kata dia, rencana kebijakan ini harusnya diskusikan terlebih dahulu.
Baca Juga :
“Saran saya, jangan langsung ditolak ataupun diterima. Mari kita duduk dulu bersama-sama untuk mendiskusikannya. Bagaimana konsep sebenarnya menteri yang baru ini. Kemudian dikaji dampak positif maupun negatifnya. Baru tentukan sikap,” jelas Andi Mustaman di Kampus STIE Wira Bhakti Makassar, Kamis (11/8/2016).
Alasan Andi Mustaman tidak langsung menolak karena ia meyakini konsep ini pastinya memiliki tujuan yang baik. Seperti kegiatan ekstrakulikuler yang akan merangkum hingga 18 karakter, seperti jujur, toleransi, disiplin, hingga cinta tanah air.
Apalagi konsep ini telah diterapkan di berbagai negara maju seperti Korea dan Finlandia. “Di negara maju memang sekolah bukan hanya sampai siang hari. Bahkan di korea siswa SD sekolah hingga 17 jam,” jelas mantan Anggota DPRD Sulsel ini.
Harusnya berbagai pihak, kata Andi Mustaman, tidak mempersoalkan penambahan jamnya. Tapi lebih membahas apa yang akan dilakukan oleh siswa jika kebijakan ini disetujui. “Bisa saja penambahan jam ini menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas,” jelasnya.
[NEXT]
Kata dia kebijakan ini harus disesuaikan dengan kemampuan anak-anak di Indoenesia serta budaya tidak boleh diabaikan. “Mari melihat secara jernih tujuan pemerintah. Kalau memang bagus untuk bangsa dan negara, kenapa tidak dilakukan,” jelasnya.
Lebih jauh Andi Mustaman menilai, kebijakan baru ini bisa saja mengurangi hal-hal negatif yang dilakukan oleh siswa selama ini. “Sekarang kita lihat anak-anak sekolah mulai menipis kedisiplinannya, kepatuhan, saling menghargainya, bahkan ada yang melawan gurunya,” ungkapnya.
Menurutnya, jam belajar hingga 11 jam bukan hal yang tabu di Indonesia. Salah satu contohnya jam belajar di pesantren, sekolah khusus dan pesantren. “Bahkan di Pesantren siswa diatur selama 24 jam. Mulai dari tidur, makan, belajar, hingga bermain,” ungkapnya.
Namun, dia menyoroti gaya kepemimpinan pemerintahan di Indonesia. Dimana setiap pergantian menteri muncul kebijakan baru yang membuat semua pihak menjadi kebingungan serta pro dan kontra. (*)
Komentar