KUPANG — Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut, resmi melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya ke Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Kasus ini melibatkan aparat keamanan Polres Manggarai dan seorang oknum jurnalis berinisial TJ, yang diduga terlibat dalam penganiayaan saat Herry meliput aksi protes di Poco Leok, Kabupaten Manggarai pada 2 Oktober 2024.
Laporan ini diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dan bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda NTT pada 11 Oktober 2024. Tindak kekerasan yang dilaporkan mencakup pengeroyokan, perampasan alat kerja, serta tindakan illegal access terhadap data pribadi Herry. Ia sempat ditahan selama hampir empat jam sebelum akhirnya dibebaskan.
Proses Hukum Berlanjut
Baca Juga :
Herry melaporkan insiden tersebut dengan didampingi Tim Hukum dari Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dan dua pengacara, Ferdinansa Jufanlo Buba dan Yulianus Ario Jempau. Mereka menyerahkan berbagai bukti berupa foto, video, serta hasil visum dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Kupang.
Proses hukum diawali dengan pemeriksaan Herry di Propam hingga dini hari pada 12 Oktober. Polda NTT mengklasifikasikan laporan ini sebagai tindak pidana pengeroyokan, sesuai dengan Pasal 170 KUHP. Tim hukum juga mengajukan agar diterapkan pasal terkait pelanggaran UU ITE dan UU Pers, terkait peretasan data serta pelarangan peliputan.
Dukungan Publik dan Komitmen Aparat
Pelaporan ini mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk 16 kelompok mahasiswa dan aktivis di Kupang yang turut menggelar aksi solidaritas di depan Gedung DPRD NTT dan Polda NTT. Erick Tanjung dari Satgas Anti Kekerasan terhadap Jurnalis di Dewan Pers menyatakan dukungannya, menyebut tindakan kekerasan ini sebagai ancaman serius bagi kebebasan pers.
Di sisi lain, Kepala Bidang Humas Polda NTT, Ariasandy, berjanji akan memproses kasus ini secara serius dan memastikan tidak ada toleransi terhadap pelanggaran oleh anggotanya. “Kami menjaga integritas institusi kepolisian dengan serius menanggapi setiap laporan masyarakat,” ujarnya dalam keterangan pers pada 12 Oktober 2024.
Solidaritas dan Tekanan untuk Keadilan
Ryan Dagur, Pemimpin Umum Floresa, menyatakan langkah hukum ini merupakan upaya untuk menjaga kebebasan pers dan menolak tindakan represif aparat terhadap jurnalis. Ia juga berterima kasih atas dukungan publik, terutama dari kalangan mahasiswa dan aktivis di Kupang yang setia menunggu proses hukum hingga malam hari.
“Kami menolak bungkam dan akan terus memperjuangkan keadilan bagi Herry dan kebebasan pers di negara demokrasi ini,” ujar Ryan. (*)
Komentar