LUWU— Dalam bentrokan antara massa pendukung pemekaran Luwu Tengah dan aparat kepolisian, seorang warga bernama Candra (20), asal Walendrang, tewas tertembus peluru tajam.
Menurut saksi yang bernama Taufik, Candra yang bekerja sebagai buruh bangunan tersebut terkena peluru tajam di punggung hingga menembus ke dadanya. Korban tewas di lokasi kejadian dan dilarikan ke RSU Kota Palopo. “Peluru tajam kena, dari punggung hingga dadanya,” katanya.
Taufik menambahkan, massa pendukung pemekaran Luwu Tengah dipukul mundur oleh polisi yang terus melepas tembakan serta gas air mata. “Banyak selongsong peluru karet, tajam maupun gas air mata di lokasi kejadian. Katanya polisi tidak ada yang pakai peluru tajam, tapi kok buktinya peluru bisa menembus punggung hingga dada Candra,” bebernya.
Baca Juga :
Selain itu, lanjut Taufik, sebanyak 22 orang warga ditangkap polisi. “Saat diamankan, polisi memukuli warga. Jadinya 22 orang itu luka-luka,” paparnya. Saat ini, situasi di Kecamatan Walenrang Lamasin, Kabupaten Luwu, mulai reda. Arus lalu lintas di jalur trans-Sulawesi yang sebelumnya ditutup warga sudah kembali normal.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulselbar Komisaris Besar (Kombes) Endi Sutendi menegaskan bahwa peluru yang menewaskan Candra (20), warga Desa Pongo, Kecamatan Walenrang Lamas, Kabupaten Luwu, belum bisa dipastikan berasal dari senjata polisi.
“Kita belum bisa pastikan peluru yang menembus punggung hingga ke dada korban berasal dari senjata polisi. Makanya, polisi sementara menyelidiki kematian Candra dengan mendatangi rumah sakit tempat korban dibawa. Nanti penyidik mencari siapa yang membawa korban ke rumah sakit untuk dimintai keterangannya. Kita juga akan otopsi jenazah untuk memastikan jenis peluru yang menembus punggung hingga dada korban,” jelas Endi.
Endi menerangkan, di lokasi kejadian terdapat banyak jenis senjata. Polisi menggunakan senjata api dan senjata gas air mata untuk membubarkan massa yang memblokade jalan trans-Sulawesi. Sementara itu, dari kelompok massa pendukung pemekaran Luwu Tengah juga menggunakan senjata api rakitan jenis Papporo, bom molotov, panah, dan lainnya.
“Menurut informasi di lokasi kejadian, ada beberapa orang yang melihat korban Candra yang berprofesi sebagai buruh bangunan itu ikut dalam bentrokan. Bahkan, korban terlihat membakar Papporo untuk diledakkan. Itu pun kita belum bisa pastikan karena sementara kita selidiki,” bebernya.
Dalam bentrokan fisik melawan sekitar 2.000 orang pendukung pemekaran Luwu Tengah, lanjut Endi, polisi dibantu anggota TNI dengan jumlah total sekitar 700 personel. “Jadi belum bisalah dipastikan peluru yang menembus korban dari senjata polisi,” tegasnya.
Sehari sebelumnya, Senin (11/11/2013), sekitar 2.000 orang juga terlibat bentrok di Jembatan Lamasi, Kecamatan Walenrang Lamasi, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Dua orang dari kelompok massa pendukung pemekaran Luwu Tengah tertembak peluru karet, sedangkan beberapa anggota polisi terluka terkena lemparan bom molotov.
Untuk diketahui, masyarakat Walmas yang menginginkan terbentuknya Luwu Tengah (Luteng) harus mengurut dada. Sebab, pembahasan Luteng tidak masuk skala prioritas DOB. Justru yang berpeluang dimekarkan jadi kabupaten adalah Bone Selatan (Bonsel). Padahal, Luteng lebih dulu menjadi wacana di pusat ketimbang Bonsel. (Kpc)
Komentar