JAKARTA – Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (P) Drs. Frederik Kalalembang, menyesalkan kasus yang menjerat Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman. Ia menilai tindakan tersebut mencoreng citra institusi Polri dan meminta agar dilakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap yang bersangkutan.
“Saya tidak pernah mendengar apalagi melihat kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur seperti ini. Apakah ada kelainan jiwa? Tapi kalau begitu, tidak mungkin dia bisa menjadi Kapolres, apalagi sampai menggunakan narkoba,” ujar Frederik, Rabu (12/3/2025), yang merupakan alumni Akpol 1988 dan kini berkiprah di DPR RI.
Frederik juga menekankan pentingnya transparansi dalam penyidikan serta pemberian sanksi tegas bagi AKBP Fajar. Di sisi lain, ia mengingatkan agar korban mendapatkan perlindungan serta pendampingan psikologis yang memadai.
Peringatan bagi Anggota Polri
Baca Juga :
Lebih lanjut, Frederik mengimbau seluruh anggota Polri untuk senantiasa menjaga marwah institusi dan tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun Polri.
“Kepada anggota Polri yang masih aktif, jagalah kehormatan institusi. Jangan berbuat hal yang dapat merusak citra kepolisian. Jika ada oknum anggota yang menunjukkan indikasi kelainan, baik psikologis maupun seksual, sebaiknya segera dilaporkan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” tegasnya.
Frederik juga mempertanyakan motif di balik tindakan AKBP Fajar, apakah murni karena gangguan psikologis atau ada faktor lain yang melatarbelakangi.
“Saya tidak habis pikir dengan kelakuan oknum Kapolres ini. Harus benar-benar diperiksa apakah ini ada unsur kelainan atau bagaimana. Kalau masalah materi saya tidak yakin,” ujar Frederik. Ia pun meminta agar motif di balik tindakan ini bisa dibongkar secara tuntas.
Menurutnya, seorang Kapolres telah melalui berbagai pendidikan kepolisian dan seharusnya memahami konsekuensi dari perbuatannya, terutama yang jelas-jelas bertentangan dengan moral serta hukum. Oleh karena itu, kasus ini menjadi sesuatu yang sangat mengherankan dan patut didalami lebih lanjut.
Frederik berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi institusi Polri agar lebih memperketat pengawasan terhadap anggotanya, terutama yang menduduki posisi strategis.
“Sebagai penegak hukum, sudah sepatutnya anggota Polri menjadi contoh bagi masyarakat. Jangan sampai ada kasus serupa terulang kembali. Jika memang ada oknum yang memiliki kelainan atau potensi melakukan pelanggaran berat, harus segera ditindak sebelum merusak citra institusi,” pungkasnya.
Kronologi Pengungkapan Kasus
Kasus ini pertama kali mencuat setelah Pemerintah Australia mengirimkan surat kepada Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri. Surat tersebut mengungkap adanya video kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh seorang anggota Polri yang bertugas sebagai Kapolres Ngada.

Eks Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman
23 Januari 2025
Polda NTT menerima surat dari Divhubinter Polri yang berisi informasi dugaan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Berdasarkan surat itu, penyidik mulai melakukan penyelidikan di salah satu hotel di Kota Kupang, tempat kejadian perkara (TKP). Polisi kemudian memeriksa tujuh saksi, termasuk pengelola dan petugas hotel.
14 Februari 2025
Hasil penyelidikan mengonfirmasi bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak benar terjadi di sebuah hotel di Kota Kupang pada 11 Juni 2024. Polisi juga menemukan fakta bahwa AKBP Fajar memesan kamar menggunakan fotokopi SIM atas nama FWSL. Setelah pengecekan lebih lanjut, dipastikan bahwa yang bersangkutan adalah anggota aktif Polda NTT.
20 Februari 2025
Polda NTT melaporkan hasil penyelidikan kepada Kabid Propam Polda NTT, kemudian diteruskan kepada Kapolda dan Wakapolda NTT. Keesokan harinya, AKBP Fajar dipanggil oleh Propam Polda NTT untuk dimintai keterangan.
24 Februari 2025
Atas perintah Kadiv Propam Polri, AKBP Fajar diarahkan ke Divisi Propam Mabes Polri. Dalam pemeriksaan, ia mengakui perbuatannya. Sejak saat itu, penyidik terus mendalami kasus dengan memeriksa saksi-saksi.
3 Maret 2025
Polda NTT resmi membuka laporan polisi (LP) model A dan menaikkan kasus ini ke tahap penyelidikan. Sehari setelahnya, penyidik melakukan gelar perkara dan meningkatkan status kasus ke tahap penyidikan. Meski demikian, AKBP Fajar belum ditetapkan sebagai tersangka karena belum diperiksa dalam status tersebut.
12 Maret 2025
Polda NTT mengungkap fakta baru bahwa AKBP Fajar diduga menjual video aksi bejatnya ke salah satu situs porno di Australia. Hal ini semakin memperkuat temuan awal dari surat yang dikirimkan Pemerintah Australia kepada Polri.
Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, mengatakan bahwa dalam waktu dekat tim penyidik akan berangkat ke Jakarta untuk memeriksa AKBP Fajar, yang saat ini telah ditempatkan di ruang tahanan khusus (Patsus).
“Minggu depan, penyidik Ditreskrimum Polda NTT akan berangkat ke Jakarta untuk memeriksa tersangka yang saat ini sedang ditempatkan di ruang tahanan khusus (Patsus),” ujarnya. (*)
Komentar