MAKASSAR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengusulkan 21 desa untuk ditetapkan sebagai Desa Antikorupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, KPK telah menetapkan Desa Pakkatto sebagai Desa Antikorupsi.
Hal itu terungkap dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Perluasan Desa Antikorupsi di Sulsel, yang dilaksanakan KPK, di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur, Kamis (13/6/2024).
Bimtek ini untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait indikator Desa Antikorupsi sehingga dapat lebih dipahami implementasi antikorupsi dalam tata kelola pemerintah desa.
Adapun Desa Antikorupsi merupakan program inovatif yang berpotensi mengubah paradigma dalam upaya memerangi korupsi di tingkat desa, agar tercipta tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel dan partisipatif.
“KPK sudah lakukan TOT di bulan April dan Mei lalu di Jakarta, lalu saat ini kami masuk dan sudah mulai dan respons baik dari Pemerintah Sulawesi Selatan yang mengirimkan 21 nama desa yang akan menyusul Desa Pakkatto. Jadi, kita harapkan dari 21 desa ini nanti di tahun depan sudah menjadi 21 kuadrat berkelipatan karena jumlah desa di Sulawesi Selatan 2.266 desa,” kata Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Fries Mount.
Fries mengharapkan semua desa di Sulsel menjadi Desa Antikorupsi. Melihat dari Desa Pakkato, kata dia, sudah banyak manfaat yang diterima.
“Yang dulu banyak evaluasi yang dilakukan oleh LSM dan sebagainya sudah bisa mereka jawab,” ujarnya.
Ia menyebut, dengan adanya program Desa Antikorupsi ini, semua pihak bisa melihat dan mengetahui tata pengelolaan dana di desa melalui website tanpa dipungut biaya.
Namun, jika masyarakat mendapat kendala dalam mengakses, ia berharap Diskominfo turut membantu dalam pembuatan website nantinya.
“Desa Antikorupsi ini membuat sesuatu platform tidak berbiaya, dalam arti kata tidak perlu pakai konsultan dan biaya web. Kalau mereka tidak familiar dengan teknologi bisa dibantu teman-teman Kominfo membuatnya, sehingga tinggal mengupload saja, karena di level desa tidak ada yang rahasia,” jelasnya.
“Sehingga semua informasi transparan, akuntabel, desa dan semua yang dipertanggungjawabkan bisa dimuat. Jika nanti LSM datang melakukan evaluasi, sudah bisa dilihat di web desa,” sambungnya.
Kemudian, Fries menekankan dengan adanya website ini, para LSM tidak lagi datang ke lapangan untuk mengklarifikasi laporan masyarakat. Mereka cukup download mandiri di web, lalu menganalisa kebijakan apa yang salah, termasuk juga Inspektorat.
“Jadi tidak perlu LSM datang untuk klarifikasi laporan masyarakat, mereka bisa lakukan download secara mandiri di web, lalu silahkan analisa kebijakan apa yang salah, termasuk juga teman-teman Inspektorat di lapangan kalau desanya jauh tidak perlu datang kesana. Jadi cukup lihat di website desa, mereka lakukan analisa kalau ada perlu kecuali ada audit tujuan tertentu atau investigasi baru ke lokasi,” tuturnya.
Fries menuturkan, dengan adanya bimtek Desa Antikorupsi ini, proses dalam pengadaan, pelaksanaannya, sampai dengan serah terima, semua yang dimusyawarahkan di desa harus sudah tersampaikan di masyarakat atau publik karena tidak ada yang sifatnya rahasia.
“Karena penggunaan dana desa sifatnya itu lunak, jadi lewat ini dia bisa menggunakan dana secara transparan dan akuntabel diputuskan dalam musyawarah desa. Kalau kelurahan dan sebagainya, kabupaten provinsi mekanismenya harus pengadaan barang dan jasa, kalau di desa tidak perlu,” ujarnya.
Saat ini KPK RI membuat indikator yang menjadi bahan penilaian desa percontohan antikorupsi sehingga desa tersebut dikategorikan menjadi Desa Antikorupsi.
Indikator tersebut, diantaranya penguatan tata laksana, penguatan pengawasan, penguatan kualitas pelayanan publik, penguatan partisipasi masyarakat dan kearifan lokal. Sehingga kelima indikator tersebut diyakini dapat mengurangi dan mencegah dampak korupsi yang terjadi di desa-desa dan inilah yang menjadi perhatian besar terhadap KPK.
“Banyak aparatur yang terpeleset dengan tindak pidana korupsi termasuk kades, sekdes, bendahara desa dan banyak macam, dan inilah yang menjadi perhatian atensi kita, karena Kementerian Desa mengucurkan dana itu triliunan untuk dana desa,” ungkapnya.
Fries menyatakan, bagi Desa Antikorupsi ada stimulus dari pemerintah dalam hal ini dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa bilamana mereka sudah ditetapkan sebagai Desa Antikorupsi di tahun sebelumnya.
“Yang sudah ditetapkan itu memperoleh tambahan dana, seperti Desa Pakkatto sudah menikmati walau nilainya tidak fantastik, tetapi sesuai dengan anggaran yang ada di negara,” ucapnya.
Tak hanya itu, Fries mengatakan desa yang sudah masuk dalam Desa Antikorupsi statusnya akan dicabut jika terdapat aparatur yang terkena kasus korupsi atau tindak pidana lainnya yang dianggap tidak layak oleh pemerintah.
Terakhir, Fries sangat mengapresiasi Pemprov Sulawesi Selatan telah mengirimkan 21 nama desa yang akan dijadikan Desa Antikorupsi.
“Kita mengapresiasi Pemprov Sulawesi Selatan yang sudah mengirimkan 21 nama desa untuk KPK dan Insya Allah akhir tahun ini kita bisa tetapkan bersama Pemerintah Provinsi. Desa ini menjadi Desa Antikorupsi dengan memenuhi komponen dan indikator Desa Antikorupsi,” tutupnya.