MAKASSAR – Bukan rahasia lagi, di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih kental dengan berbagai pelanggaran yang tentunya dilakukan oleh oknum kepolisian. Baik secara pribadi atau yang kerap dikenal dengan pungutan liar (pungli), maupun yang terstruktur atau dalam istilah sesama polisi kerap disebut setoran ke pimpinan.
Tentunya, praktik-praktik semacam ini belum bisa hilang di tubuh korps baju cokelat dikarenakan masih banyaknya oknum-oknum polisi yang belum memahami tugas dan fungsinya sebagai pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat. Ataukah memang karena kondisi kerja yang mau tidak mau memberikan celah untuk adanya praktik-praktik pelanggaran tersebut.
Apalagi, salah satu faktor pendukung karena oknum polisi tersebut berada pada satuan yang memiliki peluang terjadinya praktik pungli, atau biasa disebut “lahan basah”.
Tak jauh beda dengan Polda-Polda lainnya, di Polda Sulsel sendiri juga tentunya banyak “lahan basah”. Termasuk salah satunya di Satpas SIM Satlantas Polrestabes Makassar.
Praktik pungli di SIM Satlantas Polrestabes Makassar bukanlah rahasia umum lagi. Namun anehnya, hal ini terus saja menjadi buah bibir di kalangan masyarakat.
Betapa tidak, hingga kini upaya untuk menghilangkan praktik-praktik semacam ini tak juga kunjung dilakukan. Walau pun, praktik pungli yang dilakukan makin serba canggih dan sulit dideteksi.
Pelakunya pun bukan hanya dari oknum kepolisian. Namun ada pula Pekerja Harian Lepas (PHL) atau oknum-oknum lain yang mengambil keuntungan di dalamnya.
Salah satu bentuk pungli yang saat ini jarang terkuak yakni mengenai Klinik Pengemudi (Klipeng). Untuk diketahui, setiap pemohon SIM umum wajib untuk melalui tes Klipeng. Yakni, di dalamnya berisi tes psikologi, tes kesehatan oleh dokter dan tes mengemudi oleh petugas kepolisian.
Hanya saja, setiap tes klipeng yang ada di Satlantas Polrestabes Makassar tidak melalui prosedur. Melainkan hanya diwakilkan pada oknum petugas Satpas SIM.
Tentunya, karena hanya diwakilkan sehingga pemohon membayar lebih untuk tes Klipeng, mereka pun diloloskan. Rata-rata pemohon membayar Rp 160 ribu untuk diwakilkan atau sekadar tes klipeng.
Salah seorang pemohon, NN, mengakui hal itu. “Iya saya membayar Rp 160 ribu tanpa melalui tes klipeng,” ujar NN.
Sementara sesuai investigasi di lapangan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk tes klipeng hanya Rp 50 ribu. Itu berarti kelebihannya adalah uang pungli yang dipungut oknum di Satlantas Polrestabes Makassar.
Lalu pertanyaannya kemudian, di kemanakan kelebihan uang tersebut?
Sekretaris Komisi Nasional Pengawasan Aparatur Negara (Komnas Waspan) Republik Indonesia, Nasution, yang dimintai tanggapannya, Kamis (13/9/2012) mengatakan, klipeng merupakan hal yang wajib dilalui setiap pemohon SIM umum. Pasalnya, kata dia, hal itu menyangkut laik tidaknya sesorang untuk mengendarai kendaraan.
“Apalagi, jika kendaraan itu adalah umum. Di mana mengangkut banyak penumpang dan harus bertanggung jawab kepada keselamatan orang lain,” tandasnya.
Sehingga, sambungnya, praktik-praktik pungli melalui klipeng ini sangat tidak dibenarkan. “Sangat tidak dibenarkan karena oknum petugas yang memungut uang lebih dengan bermain di klipeng rawan membahayakan nyawa orang lain. Bagaimana jika diloloskan tapi ternyata pemohon SIM itu tidak laik untuk mengemudi,” ujarnya.
Nasution meminta, agar diusut praktik-praktik pungli semacam itu. “Ini tidak boleh dibiarkan dan harus diusut,” terangnya. (tim)
Komentar