BONE — Tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulawesi Selatan (Sulsel) sebanyak 17 orang yang terdiri dari Arkeolog, Tenaga Teknis dan Akademisi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) melakukan survei dan pemetaan potensi cagar budaya di Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone. Kegiatan survei dan pemetaan ini merupakan tahapan dari Kajian Pelestarian Cagar Budaya untuk mengidentifikasi potensi cagar budaya di Kecamatan Cenrana.
Berdasarkan penelitian Arkeologi maupun kajian Naskah Lontara, Kecamatan Cenrana merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bone yang memiliki potensi cagar budaya berupa situs-situs arkeologi yang terkait dengan jejak sejarah, dimana jejak kesejarahan tersebut erat kaitannya dengan Kerajaan Bone. Salah satu situs yang telah dilindungi sebagai cagar budaya yaitu
Kompleks Makam La Patau Matanna Tikka. Di kompleks makam ini terdapat makam La Patau Matanna Tikka yang merupakan Raja Bone yang memerintah pada 1696-1714. Selain itu, di kompleks makam ini terdapat juga makam para istri La Patau dan tokoh lainnya. Selain kompleks makam ini, juga terdapat tinggalan lain yaitu berupa makam-makam kuno, sisa struktur benteng, sumur
bersejarah dan jejak pemukiman tua berupa sebaran fragem keramik dan bekas tiang rumah.
Koordinator Lapangan tim kajian, Iswadi menyebutkan, kegiatan ini dilakukan mulai 11 hingga 18 September 2019 dengan memfokuskan pada identifikasi dan pemetaan situs-situs arkeologi dan sejarah yang berpotensi sebagai cagar budaya.
“Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi data penting khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Bone dalam merumuskan kebijakan pelestarian dan pengelolaan cagar budaya di Kecamatan Cenrana, sehingga masyarakat dapat merasakan kebermanfaatan dari cagar budaya yang terdapat di Kecamatan Cenrana,” kata Iswadi saat memberikan keterangan kepada awak media, Kamis (12/9/2019).
Kepala Desa Nagauleng Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone, Hamzah mengatakan, ia bersama warganya sangat mendukung kegiatan kajian pelestarian yang dilakukan oleh BPCB Sulsel ini. Itu dilontarkan Hamzah saat bertemu Tim BPCB yang lagi melakukan Observasi di salah satu situs kuno yaitu Gerbang Benteng Cenrana yang terletak di Desa Nagauleng.
“Di wilayah ini, banyak tempat bersejarah yang perlu segera untuk
dilindungi. Oleh karena itu, kami sangat mendukung adanya Kajian ini,” ucap Hamzah.
Terpisah, Chalid, salah seorang Arkeolog tim BPCB Sulsel menyampaikan, saat melakukan observasi di wilayah Desa Nagauleng, pihaknya menemukan tiga lokasi makam kuno yang bersejarah. Salah satu hal yang menarik dari temuan tersebut
adalah adanya makam kuno dengan Nisan Tipe Aceh.
“Keberadaan Nisan Tipe Aceh ini menjadi sumber ilmu pengetahuan yang perlu dikaji lebih mendalam guna mengungkap kesejarahan Cenrana pada masa lalu. Nisan Tipe Aceh sendiri memiliki kekhasan dan keunikan secara Tipologi,” sebut Chalid.
Untuk diketahui, Nisan Tipe Aceh berkembang mulai abad 16 hingga 19 Masehi. Dinamakan Nisan Tipe Aceh atau Batu Aceh karena berdasarkan hasil kajian Othman Bin Yatim, Nisan tipe seperti ini banyak ditemukan di wilayah Aceh. (*)