MAKASSAR — Kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel, disebut-sebut juga berimbas pada salah satu pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel, Gilang Gumilang.
Ia disebut keciprat uang pelicin sebesar Rp2,8 M lebih dari Edy Rahmat. Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sulsel itu, kini jadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Terkait hal itu, Gilang pun dihadirkan sebagai saksi pada sidang ke 16 di Pengadilan Tipikor Makassar, Rabu (13/10/2021).
Edy Rahmat pada sidang sebelumnya beralasan, kalau uang tersebut disetor sebagai uang pelicin saat audit proyek oleh BPK. Itu bertujuan agar Gilang menghilangkan temuan atas sejumlah proyek infrastruktur di Sulsel yang saat itu memang ditemukan bermasalah oleh BPK.
Terkait proyek-proyek infrastruktur yang ditangani BPK tersebut, Edy juga disebutkan telah menerima uang dari sejumlah kontraktor. Jumlahnya, lebih dari Rp3 miliar.
Sementara para kontraktor mengaku, kalau uang tersebut diserahkan ke Edy sebagai jaminan jika nantinya ada pemeriksaan dari BPK.
Mereka adalah Petrus Yalim, Andi Kemal, dan Robert Wijoyo, masing-masing kontraktor untuk proyek jalan di Rantepao-Bua dan di kawasan Pucak, Kabupaten Maros.
“Apakah saksi mengenal kedua terdakwa, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat,” tanya Hakim Ketua Ibrahim Palino kepada saksi.
“Keduanya saya kenal yang mulia. Saya pernah memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel pada tahun 2020. Tapi saya tidak tahu kalau ada temuan saat itu,” jawab Gilang.
Namun soal pemberian Edy Rahmat sebesar Rp2,8 M, Gilang dengan tegas membantahnya. Ia mengaku sama sekali tidak tahu, kalau uang yang diamankan dari rumah Edy itu untuk BPK.
“Saya tidak pernah menerima atau dititipi uang sama Edy,” jawabnya.
Dalam kesaksiannya, Gilang mengaku hanya sempat sekali ketemu dengan Edy Rahmat. Itupun hanya mengobrol biasa selama 10-15 menit di Teras Kita. Tidak ada dibahas fee 1 persen untuk BPK dari kontraktor ataupun yang lainnya.
“Pada pertemuan itu, saya hanya sempat ditanya Edy kalau ada temuan BPK bagaimana? Ya, saya jawab kembalikan ke Kas Daerah,” ucap Gilang.
Namun lagi-lagi, saksi mengaku kalau terkait kasus tersebut, ia hanya berurusan dengan Edy Rahmat yang tentunya, semuanya tanpa sepengetahuan Nurdin Abdullah.
Selain Gilang, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) juga ikut menghadirkan sebagai saksi antara lain, Ruswandi sebagai kepala tukang pembangunan masjid di Pucak, Kabupaten Maros.
Saksi lainnya, Basman hadir secara virtual dan satu saksi lagi tidak hadir. Andi Ardin Tjatjo dikabarkan meninggal dunia Juli lalu.
Adapun keterangan Riswandi alias Wandi mengaku mengenal sosok NA sejak 2004. Kala itu ia masih jadi pengusaha. Namun sesaat ada rencana pembangunan masjid di Pucak, ia kembali dihubungi NA melalui Makmur, sopir NA sekitar 2020 silam.
Saat itu, ia disuruh NA ke Makassar dan berkoordinasi dengan Hasmin Badoa. Selanjutnya, ia diminta menemui tokoh masyarakat sekitar lahan NA yang akan dibanguni masjid.
“Saya juga ketemu NA dan disampaikan kalau lahan itu akan ia wakafkan bagi pembangunan masjid,” ucap Wandi.
Namun proses pembangunan masjid tersebut, baru mulai berjalan setelah selesai proposal permohonan bantuan dan adanya CSR dari Bank Sulselbar.
“Yang bentuk panitia itu Pak Aminuddin. Saya hanya kepala tukang saja dengan 10 orang tenaga yang saya datangkan dari Jawa. Soal material saya yang beli, namun masalah keuangan saya tidak tahu. Itu semua ada sama Pak Aminuddin,” terangnya.
Awalnya, kata dia, rencana pembangunan masjid itu dianggarkan Rp750 juta, namun belakangan membengkak Rp1 miliar. Dan perubahan anggaran itu tanpa sepengetahuan NA.
“Setahu saya, dana yang terkumpul di panitia, kisaran Rp1 miliar. Iya, penyumbangnya banyak Pak, saya tidak tahu siapa mereka. Katanya “Hamba Allah”. Itu juga banyak dari masyarakat,” jelas Wandi menjawab pertanyaan JPU KPK.
Sementara Aminuddin yang juga ditanya JPU, mengaku kalau sumbangan dari “Hamba Allah” itu tidak sempat ia catat.
“Yang saya catat itu yang masuk di rekening saja, Pak. Sumbangan dari masyarakat langsung saya kasi Pak Wandi untuk beli beras,” jawabnya.
Dikonfirmasi hakim ketua terkait keterangan saksi, NA mengaku kalau sumbangan dari “Hamba Allah” itu ia juga tidak tahu. “Semua itu kewenangan panitia,” singkat NA. (*)