MAKASSAR – Aksi kekerasan dan penghalangan peliputan terhadap wartawan terjadi lagi di Makassar. Kekerasan itu dialami Muhammad Nur Leo, salah seorang reporter iNesw TV saat melakukan peliputan di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar, Selasa (14/2/2017).
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan langsung bereaksi. PJI mengecam aksi kekerasan terhadap jurnalis televisi tersebut.
Ketua PJI Sulsel, Abdullah Rattingan dalam keterangan persnya mengatakan, kekerasan yang dialami Muhammad Nur Leo, salah seorang reporter iNesw TV perlu mendapat perhatian pihak kepolisian, sebagaimana yang diatur dalam pasal 8 Undang-undang Pers yang dengan jelas menyatakan dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
“Pers juga mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial, seperti yang diatur dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Untuk itu kami meminta pihak kepolisian untuk memberi perhatian khusus dalam setiap penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis, khususnya di Sulsel,” jelas Doel, sapaan akrabnya.
Menurutnya, seluruh institusi, utamanya lembaga hukum seperti Kejakssan harus ikut memahami kerja pers dalam melaksanakan tugas di lapangan. Sesuai Undang-undang Pers dijelaskan, bahwa pers tak bisa mendapat tekanan dan tindakan kekerasan, termasuk dihalang-halangi untuk mendapatkan informasi yang menjadi hak publik.
“Justru jika diintimidasi maka pers akan sulit menyajikan berita yang akurat dan benar,” katanya.
PJI Sulsel juga mendorong pemimpin redaksi memperhatikan keselamatan dan keamanan jurnalisnya yang meliput aksi massa yang berpotensi konflik dan mengancam kerja-kerja jurnalistik serta ikut mendampingi jurnalisnya melayangkan laporan ke pihak berwajib.
“Perusahaan media harus bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keamanan jurnalisnya yang sedang bertugas. Mereka harus mendampingi korban untuk melapor ke polisi,” tegasnya.