MAKASSAR – Kapan sebuah rilis dapat menembus media massa? Pertanyaan itu kerap kali dilontarkan oleh praktisi humas di berbagai institusi. Rilis yang mereka kirim tidak diberitakan.
Syahdan, kondisi ini membuat si penulis bingung dan bertanya-tanya, apa yang salah dengan rilis saya? Bahkan, tak jarang kita mendengar pertanyaan yang lebih mirip keluhan, kenapa rilis yang saya kirim ke koran A tidak dimuat? Padahal menurut saya, rilis itu sudah bagus.
Bagus menurut parameter si penulis rilis belum tentu sesuai dengan standar kelayakan berita pada media massa yang dituju. Lantas, seperti apakah standar layak muat di media massa itu?
Setidaknya, menurut Fachruddin Palapa, jurnalis senior Fajar Group, yang kini menjabat Direktur harian Berita Kota Makassar, sebuah berita dapat dikatakan sebagai berita jika disajikan dalam bentuk laporan tentang fakta. Berita bukanlah sekedar fakta, tetapi laporan tentang fakta peristiwa, pendapat yang menarik, dan penting bagi sebagian besar khalayak.
Fakta dalam jurnalistik dapat dibagi dua yaitu, fakta peristiwa berupa kegiatan seperti seminar, sidang, dan pameran, serta fakta opini yang memuat pendapat seseorang tentang peristiwa.
“Kriteria fakta yang layak berita hanyalah fakta yang mengandung nilai berita yaitu menarik atau penting bagi khalayak,” papar Fachruddin di hadapan peserta Workshop Penulisan Kehumasan yang digelar Sekretariat DPRD kota Makassar, Senin (14/09) di Hotel Horison, Panakkukang.
“Penting, artinya fakta itu dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi khalayak. Menarik, artinya fakta itu berpotensi mempengaruhi emosi khalayak, misalnya dapat membuat mereka tertawa, sedih, kesal, marah atau ingin melakukan sesuatu,” jelas Fachruddin.
Fakta yang paling layak dijadikan berita adalah fakta yang menarik dan sekaligus penting bagi khalayak. Selain penting, dan menarik, suatu peristiwa menjadi layak diberitakan ketika memuat nilai-nilai seperti aktual, proksimitas (kedekatan), prominence (terkenal), nilai akibat, konflik, sex, keanehan, dan rumus dasar penulisan berita yaitu 5 W + 1 H (what, who, where, when, why, and how).
Bentuk penyajian berita dapat dilakukan dengan dua cara, bisa dalam bentuk straight news (spot news) yang hanya menyajikan fakta sebagaimana yang dilihat dan didengar saat kejadian, dituliskan dengan model piramida terbalik, semakin ke bawah semakin kurang penting. Dan depth news yang menyajikan fakta secara komprehensif, ditulis dalam bentuk kronologis.
Workshop Penulisan Kehumasan menghadirkan 150 peserta yang berasal dari unsur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemerintah Kota Makassar, ditambah dari unsur organisasi kepemudaan. Workshop dibuka oleh Sekretaris DPRD kota Makassar, Adwi Awan Umar, yang dalam sambutan pembukaannya mengharapkan kepada peserta yang hadir dapat menerapkan materi yang didapatkan selama workshop.
“Workshop ini bagian dari upaya mendukung program smart city, semoga dapat berkontribusi dalam mewujudkan Makassar dua kali tambah baik,” papar Adwi. Sekretariat DPRD kota Makassar juga menggandeng KNPI kota Makassar dalam pelaksanaan workshop. (Azho)