MAKASSAR – Salah satu penyebab hadirnya kotak kosong dalam pilkada, karena partai politik (parpol) memiliki daya tarung yang lemah. Pasalnya, kader handal parpol tidak ada yang didorong masuk dalam pertarungan kekuasaan.
Demikian diungkapkan Ketua Ikatan Alumni (IKA) Sosiologi FISIP Universitas Sawerigading Makassar, Umar, S.Sos saat jadi narasumber dalam dialog publik. Dialog ini mengusung tema “Tragedi Kotak Kosong di Negara Demokrasi’ yang digelar Senin, (14/5/2018) di aula Kampus Universitas Sawerigading (Unsa), Jl. Kandea Makassar.
Dialog digelar IKA Sosiologi Fisip Unsa kerjasama HMJ Sosiologi Fisip Unsa dan UKM Pers Sawerigading Makassar. Sejumlah narasumber hadir dalam dialog publik ini yakni Dr. Muhammad Ramli Haba, SH, MH, dosen Hukum Unsa. Juga Dr. Arda Senaman, M.Si, Hasruddin Nur, S.Pd, M.Pd, keduanya dosen Sosiologi Fisip Unsa dan moderator, Ikmal Umar.
Baca Juga :
“Idealnya lewat kaderisasi partai politik mempersiapkan aktor politik yang didorong masuk dalam pertarungan kekuasaan. Tetapi realitasnya karena serba instan, kadang tiba-tiba tidak jelas rekam jejaknya, langsung didorong pada pilkada, pileg dan sejenisnya,” tandas Umar, mahasiswa S2 Sosiologi PPs-Unhas ini.
Sementara itu, Ramli Haba menilai, kotak kosong hadir pertanda gagalnya partai politik melakukan kaderisasi, sehingga dihadirkannya kader instan. Selain itu ada kesan incumbent memborong parpol, sehingga menutup pintu bagi figur lain ikut konstestasi politik.
Narasumber lain, Hasruddin Nur, menilai kotak kosong sebuah fenomena politik baru di panggung politik Sulsel, terutama di Enrekang dan Bone. Bahkan beredar rumor, jika putusan MA tetap menjadi pertimbangan hukum, maka kotak kosong pun diduga bisa juga terjadi di Pilwali Kota Makassar. Penyebab kotak kosong ini, adanya pembelian dan transaksi partai politik, lemahnya kader partai serta krisis kepemimpinan dan dominasi petahana.
Peserta dialog, dosen Fisip Unsa, Umar Kamaruddin, menilai kotak kosong hadir karena tidak adanya calon kuat yang mampu melawan. Tetapi sisi lain bisa jadi, ini salah satu strategi parpol memenangkan kotak kosong, untuk kemudian memiliki daya tawar untuk proses pengulangan pilkada berikutnya.
“Kotak kosong ini cukup membingunkan masyarakat, karena baru pertama kali di wilayah Sulsel,” kata Umar Kamaruddin, mantan Wakil Rektor II Unsa Makassar ini.
Salah seorang peserta dialog, aktifis mahasiswa Unsa Makassar, Darsil Yahya menilai, kotak kosong merupakan pertanda parpol tidak punya kader. Sisi lain juga karena biaya politik pilkada yang mahal.
“Adanya biaya politik yang tinggi, sehingga kader parpol tidak mampu ikut bertarung, akibatnya terjadi anomali politik,” ucap aktifis pers mahasiswa Unsa ini.
Peserta diskusi lainnya, Ibrahim menegaskan fenomena kotak kosong, diperhadapkan dengan hadirnya pihak lain memodali parpol, sehingga menjadi beban setelah pilkada.
Sedang Dosen Fisip Unsa, Ahmad Syaekhu, S.Pd, M.Si menilai, yang perlu diperhatikan adalah mengawal kotak kosong. Sekiranya kotak kosong menang, maka akan memperpanjang proses politik untuk hadirnya pemimpim definitif. (*)
Komentar