MAKASSAR – Sektor pariwisata Sulawesi Selatan masih memiliki sederet PR yang menanti dalam memajukan segmen ini. Tidak hanya terbatas pada dukungan infrastruktur dan aksesibilitas pada destinasi wisata yang relatif terbatas, tetapi juga terbentur pada pola pengembangan yang masih bersifat konvensional.
Menurut Ketua PHRI Sulsel Anggiat Sinaga, yang paling dibutuhkan adalah sebuah diversifikasi pasar dan destinasi wisata di daerah ini. Karena secara umum, pariwisata Sulsel praktis hanya ditopang MICE meskipun pada aspek ini juga masih relatif tertinggal dari beberapa daerah lainnya di Tanah Air.
Diantaranya seperti Banyuwangi yang melakukan transformasi sebagai pusat MICE dengan penyelenggaraan sebanyak 72 even berskala besar setiap tahun. Dibandingkan dengan Sulsel terutama Makassar yang hanya berada pada volume sekitar 20 event per tahun.
Baca Juga :
Anggiat saat menjadi salah satu pemateri pada diskusi media dengan tema ‘Prospek Industri Pariwisata Sulsel’ yang diselenggarakan Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel kerja sama Bank Mandiri di Hotel Trisula Makassar, Selasa (15/8), mengatakan, sebagai indikator pula, ketersediaan pasokan kamar bahkan tidak sebanding dengan pergerakan peserta dari penyelenggaraan MICE, di mana utilisasi sekitar 45% hingga 60%.
Padahal, terdapat beberapa titik destinasi potensial di Sulsel yang masih membutuhkan sentuhan radikal untuk menarik angka kunjungan.
Hal senada diutarakan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulsel Andi Januar Jaury Darwis. Menurutnya, pengembangan pariwisata membutuhan skema pendekatan partisipatif agar seluruh program pengembangan didukung penuh masyarakat dan menghindari terjadinya konflik kepentingan dengan penduduk setempat, serta memastikan bahwa manfaat dari program ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat di sekitar destinasi wisata.
Selain itu, efek berganda dari sektor pariwisata ini belum terdistribusi secara merata pada seluruh sektor yang berada dalam turunan pariwisata.
Di sisi lain, egosentris yang tercipta sebagai konsekuensi dari otonomi daerah dinilai pula mejadi salah satu pekerjaan besar agar pengembangan pariwisata bisa dilakukan secara kolektif dengan pelibatan pula seluruh stakeholder.
Menurut Januar, kecenderungan pemerintah daerah yang masih berfokus mengejar kuantitas jumlah kunjungan wisatawan, mesti segera diselaraskan dengan pembenahan kualitas dengan berbasis penciptaan daya tarik wisata.
Kemudian pembenahan secara menyeluruh juga sangat dibutuhkan pada fasilitas penunjang wisata seperti jalan, gerai makanan/cindera mata hingga toilet harus diperbaiki.
Fasilitas akomodasi, transportasi, dan pusat belanja juga harus dikembangkan, apalagi jika dikaitkan dengan kebijakan pemerintah mengembangkan destinasi Sulsel.
Januar mengusulkan pembentukan tourism board di level kabupaten/kota dengan cakupan skema klaster dan menghimpun potensi wisata secara per wilayah guna menciptakan daya tarik
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel Musaffar Syah mengemukakan dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah provinsi telah berupaya membangun sinergitas seluruh pihak perihal pengembangan pariwisata.
Untuk skala lebih spesifik, pengembangan sektor ini bisa menjadi alternatif dalam struktur pendapatan daerah seiring dengan grafik penurunan pada sektor sektor eksisting di Sulsel.
Kendati demikian, hal tersebut membutuhkan sinergitas dalam kerangka bersama mengingat kewenangan Disbudpar relatif terbatas untuk membangun infrastruktur terkait secara simultan.
Sehingga pada titik tersebut, Disbudpar menjadi fasilitator bagi seluruh intansi terkait sehingga pengembangan dilakukan secara bersama.
“Pemerintah itu mengatur regulasi dan dalam pengembangan pariwisata bermitra dengan stakeholder, seperti PHRI, ASITA, Badan Promosi Pariwisata, dan stake holder lainnya,” jelas Musaffar.
Di sisi lain, indikator kepariwisataan Sulsel pada aspek pergerakan wisata mencatatkan pertumbuhan cukup besar. Sebagai gambaran, pada 2016 lalu arus kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 230.000 orang serta wisatawan domestik mencapai 8,6 juta orang.
Hal tersebut mencatatkan peningkatan besar dalam beberapa tahun terakhir, di mana pada 2011 lalu wisatawan asing hanya sekitar 51.000 orang serta wisatawan domestik 4,5 juta orang.
Deputi RCEO Bank Mandiri Sulawesi Maluku Tonggo Marbun mengatakan dukungan perseroan telah dilakukan pada sejumlah sektor yang memiliki keterkaitan dengan pariwisata. (***)
Komentar